Breaking Posts

10/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Adi Prayitno Soroti Label Penjilat dan Nyinyir di Medsos, Minta Publik Akhiri Polarisasi Politik

 Bos PPI: LSI-Poltracking Paparan soal Beda Survei DKI di Persepi Malam Ini

Repelita Jakarta - Pengamat politik Adi Prayitno menyoroti fenomena saling ejek antarpendukung pemerintah dan oposisi yang semakin marak di media sosial pasca-Pemilu 2024.

Istilah seperti penjilat dan tukang nyinyir kini menjadi label baru yang memanaskan ruang publik.

Menurut Adi, masyarakat di media sosial saat ini sangat mudah melabeli orang lain berdasarkan sikap politiknya.

Ia menyebut bahwa pendukung pemerintah sering disebut penjilat, sementara pengkritik kebijakan pemerintah dicap sebagai tukang nyinyir atau barisan sakit hati.

Fenomena ini, menurut Adi, bukan hal baru dalam politik Indonesia.

Ia mengingatkan bahwa sejak Pemilu 2014 dengan istilah cebong vs kampret, hingga Pilkada DKI 2017 dengan penista agama vs pembela agama, masyarakat selalu terbelah dalam dua kubu ekstrem.

“Ini yang dalam komunikasi politik disebut name calling, sebutan dengan nada merendahkan dan pejoratif untuk menstigma pihak lain,” ujar Adi dalam tayangan YouTube pribadinya, Minggu, 5 Oktober 2025.

Adi menjelaskan bahwa kelompok pro-pemerintah kerap dituding penjilat karena dianggap menikmati kekuasaan melalui jabatan publik seperti komisaris, menteri, atau kepala lembaga.

Ia menegaskan bahwa dalam politik, pemberian jabatan kepada pihak yang memenangkan kompetisi adalah hal yang lumrah.

“Kalau ada yang diangkat jadi komisaris, wakil menteri, atau pejabat publik, langsung dituduh penjilat. Padahal itu hal lumrah dalam politik. Namanya juga kompetisi, siapa yang menang, dia berhak dapat privilege,” tegasnya.

Di sisi lain, pihak yang rajin mengkritik pemerintah sering diserang balik dengan label barisan sakit hati, gagal move on, atau penggonggong politik.

Istilah tersebut belakangan dikaitkan dengan kelompok pemilih Ganjar-Mahfud dan Anies-Cak Imin.

Adi menilai bahwa belum tentu para pengkritik membenci pemerintah, bisa jadi mereka hanya ingin memberikan masukan atau koreksi terhadap kebijakan yang dianggap tidak berpihak pada rakyat.

Ia menyayangkan sikap masyarakat yang terlalu reaktif dalam membagi pandangan politik secara hitam putih.

“Kalau memuji program pemerintah seperti MBG (Makan Bergizi) dibilang penjilat, kalau mengkritik dianggap nyinyir. Ini kebiasaan buruk yang seharusnya diakhiri,” katanya.

Adi mengingatkan bahwa politik bukan soal suka atau benci, melainkan soal check and balance.

“Tidak ada pemerintah yang benar 100%. Ada waktunya kita mendukung, ada juga saatnya mengkritik,” ujarnya.

Ia juga menegaskan bahwa definisi penjilat sering disalahartikan.

Menurutnya, yang layak disebut penjilat adalah mereka yang tidak ikut berjuang dalam pemenangan, namun setelah pihak yang mereka lawan menang, tiba-tiba merapat dan meminta jabatan.

“Yang layak disebut penjilat itu justru mereka yang nggak ikut berjuang, nggak berkeringat dalam pemenangan, tapi setelah pihak yang dia lawan menang, tiba-tiba merapat dan minta jabatan,” tegasnya.

Adi menilai wajar jika para pendukung yang sejak awal membantu pemenangan kemudian mendapat posisi di pemerintahan.

“Itu bukan penjilat, itu wajar dalam politik. Namanya juga kompetisi untuk merebut kekuasaan,” ujarnya.

Ia menutup dengan ajakan agar publik berhenti memberi cap negatif hanya karena perbedaan sikap politik.

“Jangan buru-buru menyebut orang lain penjilat, penggonggong, atau nyinyir. Politik itu dinamis dan kritik bukan berarti benci,” ujarnya.

Menurutnya, yang lebih penting saat ini adalah memperbaiki kualitas demokrasi dengan menciptakan ruang debat yang sehat, bukan saling menjatuhkan.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

ads bottom

Copyright © 2023 - Repelita.id | All Right Reserved