Repelita Jakarta - Kaum buruh kembali merencanakan aksi demonstrasi besar-besaran pada 30 September 2025 sebagai bentuk perjuangan terhadap nasib mereka, khususnya terkait Undang-Undang Cipta Kerja.
Meski aksi tersebut bertujuan memperjuangkan hak buruh, tidak semua elemen buruh akan turun ke jalan.
Sebagian memilih jalur dialog dan menaruh harapan pada komitmen pemerintah dalam memperbaiki kebijakan ketenagakerjaan.
Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Moh. Jumhur Hidayat, bahkan mengimbau anggotanya untuk tidak ikut serta dalam demonstrasi tersebut.
Ia menyatakan bahwa KSPSI lebih memilih fokus berdialog dengan pemerintah dan DPR RI guna mengubah UU Cipta Kerja sesuai putusan Mahkamah Konstitusi.
Menurut Jumhur, Presiden Prabowo telah membuka ruang untuk merevisi UU Ciptaker agar tidak terlalu berpihak pada kepentingan kapitalis.
Ia juga menyebut bahwa DPR RI menunjukkan sikap terbuka dengan memberikan kesempatan berdialog kepada serikat pekerja.
Hal ini, menurutnya, sangat berbeda dengan pemerintahan sebelumnya di era Joko Widodo yang justru menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk menghidupkan kembali UU Ciptaker yang telah dibatalkan oleh MK.
Jumhur menyebut bahwa tindakan pemerintahan sebelumnya sangat tidak adil terhadap buruh.
Ia meminta agar kaum buruh tidak terprovokasi oleh ajakan demonstrasi yang tidak sejalan dengan strategi KSPSI.
Jumhur menegaskan bahwa gerakan KSPSI berjalan dengan irama sendiri dan tidak mengikuti arahan pihak luar.
Ia menyebut bahwa sebanyak 202 federasi dan 20 konfederasi telah bergabung dalam sikap KSPSI untuk mengawal perubahan UU Ciptaker melalui jalur konstitusional.
Menanggapi aksi 30 September yang disebut sebagai evaluasi terhadap pemerintahan Prabowo, Jumhur menyatakan bahwa kerusakan yang ditinggalkan pemerintahan sebelumnya membutuhkan waktu untuk diperbaiki.
Ia menegaskan bahwa dirinya tidak menentang Prabowo karena memahami arah kebijakan yang pro terhadap rakyat.
Jumhur mencontohkan program Makan Bergizi Gratis sebagai langkah nyata pemerintah dalam mengatasi kemiskinan kronis.
Ia menyebut bahwa kaum buruh seharusnya mendukung pelaksanaan program tersebut agar berhasil, terutama di tengah upaya-upaya untuk menggagalkannya.
Contoh lain yang ia sampaikan adalah kebijakan kenaikan harga gabah yang meningkatkan daya beli petani serta kenaikan upah minimum sebesar 6,5 persen yang memberi ruang hidup lebih baik bagi buruh.
Jumhur menekankan bahwa program-program tersebut harus terus dikawal agar tidak terjadi penyimpangan.
Ia menyarankan agar penyimpangan seperti kasus keracunan dalam program MBG diinvestigasi dan pelakunya dihukum, tanpa harus menghentikan programnya.
Ia mengajak kaum buruh untuk tetap mengawasi pelaksanaan kebijakan pemerintah secara aktif.
Jika di tengah jalan terjadi perubahan arah, Jumhur meyakinkan bahwa kaum buruh memiliki cara sendiri untuk menyikapinya.
Namun demikian, ia mendukung suara sejumlah aktivis yang meminta agar Presiden Prabowo memutus hubungan secara tegas dengan pemerintahan sebelumnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok