Breaking Posts

10/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Akal-akalan Partai Nonaktifkan Anggotanya di DPR


Repelita Jakarta - Sejumlah pakar hukum tata negara mengkritisi penggunaan istilah nonaktif bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai NasDem, PAN, dan Golkar.

Mereka menilai kebijakan itu hanya strategi partai untuk menenangkan keresahan masyarakat.

Dosen Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada Yance Arizona menegaskan bahwa mekanisme penonaktifan anggota DPR tidak dikenal dalam Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

Ia menyebut istilah nonaktif yang dipakai pimpinan partai hanyalah akal-akalan yang tidak memiliki dasar hukum.

Menurut Yance, jika partai politik serius merespons kritik publik, seharusnya langkah yang ditempuh adalah mencabut keanggotaan anggota DPR yang dinilai bermasalah.

Setelah itu, partai dapat mengajukan pergantian antarwaktu atau PAW kepada pimpinan DPR dan diteruskan kepada Presiden untuk melantik penggantinya.

Dalam kesempatan berbeda, dosen Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Titi Anggraini menilai langkah partai yang menonaktifkan kader hanyalah kebijakan internal.

Ia menegaskan bahwa kebijakan itu tidak memengaruhi status formal keanggotaan di parlemen.

Titi menjelaskan bahwa satu-satunya mekanisme resmi yang berlaku adalah PAW, sebagaimana diatur dalam Pasal 239 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 junto Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang MD3.

Tahapan dimulai dari pengajuan resmi partai kepada pimpinan DPR, kemudian diteruskan kepada Presiden yang menerbitkan keputusan presiden.

Keputusan itu sekaligus memberhentikan anggota DPR dan menetapkan pengganti dari calon legislatif peraih suara terbanyak berikutnya di daerah pemilihan yang sama.

Pandangan serupa juga disampaikan oleh dosen Hukum Tata Negara Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah.

Ia menegaskan istilah nonaktif tidak dapat disamakan dengan pemberhentian sementara sebagaimana diatur dalam Tata Tertib DPR Nomor 1 Tahun 2020.

Menurut Herdiansyah, pemberhentian sementara hanya dapat dilakukan jika anggota DPR berstatus terdakwa dalam kasus pidana dengan ancaman hukuman di atas lima tahun atau tindak pidana khusus.

Karena itu, ia curiga penggunaan istilah nonaktif oleh NasDem, PAN, dan Golkar hanya dimaksudkan untuk meredam kritik publik.

Pada 1 September 2025, tiga partai besar mengumumkan penonaktifan kadernya di DPR.

NasDem menonaktifkan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, PAN memberlakukan langkah serupa terhadap Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio serta Surya Utama atau Uya Kuya, sedangkan Golkar menonaktifkan Adies Kadir yang menjabat sebagai Wakil Ketua DPR periode 2024-2029.

Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Sarmuji menilai keputusan itu diambil untuk memperkuat disiplin dan etika legislator partai.

Ia menyebut aspirasi rakyat tetap menjadi acuan utama perjuangan Golkar di tengah dinamika politik yang berkembang.

Lima politikus tersebut dinonaktifkan usai menuai gelombang kritik dari publik.

Ahmad Sahroni dikecam karena pernyataannya yang dianggap merendahkan pihak yang menyerukan pembubaran DPR.

Sementara itu, Eko Patrio diprotes setelah mengunggah video parodi berjoget di akun TikTok pribadinya pada 15 Agustus 2025, yang dinilai melecehkan masyarakat dan mencederai wibawa parlemen.

Uya Kuya pun ikut terseret kritik akibat pernyataannya yang dianggap meremehkan keresahan publik.

Langkah ketiga partai tersebut dinilai tidak menyentuh akar persoalan, karena status keanggotaan para legislator tetap tidak berubah di mata hukum dan peraturan perundang-undangan. (*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

ads bottom

Copyright © 2023 - Repelita.id | All Right Reserved