Repelita Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadapi potensi kendala signifikan dalam penanganan kasus korupsi besar di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akibat perubahan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN.
Perubahan tersebut menyatakan bahwa direksi dan komisaris BUMN bukan lagi dianggap sebagai penyelenggara negara, yang merupakan syarat utama bagi KPK untuk melakukan penyelidikan dan penuntutan.
Hal ini berpotensi mengurangi efektivitas KPK dalam memberantas korupsi di sektor BUMN.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menyatakan bahwa lembaganya perlu melakukan kajian mendalam terkait dampak perubahan tersebut terhadap kewenangan KPK.
Menurutnya, jika direksi dan komisaris BUMN tidak lagi dianggap sebagai penyelenggara negara, maka KPK tidak dapat menangani kasus korupsi di BUMN tersebut.
Namun, Tessa juga menekankan pentingnya kajian dari Biro Hukum dan Kedeputian Penindakan untuk menentukan langkah selanjutnya.
Beberapa pihak menilai bahwa perubahan dalam UU BUMN ini dapat melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
Pasal yang menyatakan bahwa kerugian yang dialami BUMN bukan merupakan kerugian negara, serta status direksi dan komisaris yang bukan penyelenggara negara, dapat menghambat penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi di BUMN.
KPK berkomitmen untuk terus memantau dan mengevaluasi dampak dari perubahan UU BUMN ini terhadap kewenangan dan efektivitas lembaganya dalam memberantas korupsi.
Kajian internal dan koordinasi dengan instansi terkait akan dilakukan untuk memastikan bahwa upaya pemberantasan korupsi tetap berjalan efektif dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Editor: 91224 R-ID Elok