
Repelita Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menolak keras usulan program pemandulan sebagai syarat pemberian bantuan sosial.
Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis, menegaskan bahwa tindakan vasektomi atau tubektomi yang bersifat permanen hukumnya haram.
Ia menjelaskan bahwa Islam hanya membolehkan pengaturan jarak kehamilan dengan metode yang bersifat sementara.
Penggunaan pil KB atau alat kontrasepsi seperti IUD yang bisa dilepas sewaktu-waktu masih diperbolehkan.
"Pemandulan permanen, baik vasektomi maupun tubektomi yang tidak bisa disambung kembali untuk bisa membuahi, hukumnya haram," ujar KH Cholil.
Menurutnya, menyelesaikan masalah kemiskinan tidak bisa dilakukan dengan cara memandulkan warga miskin.
Ia menegaskan bahwa pendekatan tersebut menyimpang dari prinsip keagamaan dan kemanusiaan.
"Penyelesaian soal kemiskinan itu bukan dengan cara memandulkan.
Kalau mengatur jarak kehamilan demi kesehatan agar tidak stunting, saya setuju.
Tapi untuk mengatasi kemiskinan, harusnya dengan membuka lapangan kerja, pelatihan yang cukup, itu solusinya," tegasnya.
Ia mendorong pemerintah untuk fokus menciptakan ekosistem ekonomi yang sehat.
Menurutnya, dana sosial dan program tanggung jawab sosial perusahaan dapat digunakan untuk membantu masyarakat miskin secara lebih manusiawi.
"Kalau orang miskin kemudian dimandulkan, bukan berarti tidak ada orang miskin.
Kalau tidak diimbangi dengan terciptanya lapangan kerja, maka kemiskinan tetap ada," ucapnya.
Pernyataan MUI ini muncul sebagai respons terhadap ucapan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dalam sebuah rapat koordinasi bidang kesejahteraan rakyat.
Dalam pertemuan itu, Dedi menyebut banyak keluarga prasejahtera yang memiliki anak dalam jumlah sangat banyak.
Ia menilai hal itu sebagai penyebab sulitnya keluar dari kemiskinan.
Dedi menuturkan pernah bertemu langsung keluarga yang memiliki hingga 22 anak.
"Saya pernah menemukan satu keluarga punya 22 anak.
Saya bertemu orang tuanya yang tinggal di kontrakan.
Anaknya jualan kue.
Ternyata sudah punya 10 anak, dan ibunya hamil lagi anak ke-11," ungkap Dedi.
Usulan tersebut menuai polemik dan mendapat penolakan dari berbagai kalangan.
Pendekatan itu dinilai tidak menyentuh akar persoalan dan melanggar nilai kemanusiaan.
MUI menegaskan bahwa pemberdayaan, pelatihan keterampilan, dan penciptaan lapangan kerja merupakan solusi yang lebih masuk akal.
Langkah itu dianggap lebih manusiawi dan berkelanjutan dalam mengatasi kemiskinan.
Pemerintah pun diminta meninjau kembali kebijakan yang berpotensi menimbulkan pelanggaran atas hak reproduksi warga.
Pendekatan solutif dan berkeadilan menjadi harapan utama masyarakat ke depan. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok