Repelita Jenewa - Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyampaikan seruan emosional kepada Israel agar menghentikan kekerasan di Gaza.
Dalam forum tahunan WHO, ia meminta agar pihak terkait menunjukkan belas kasih dan mengakhiri penderitaan warga sipil.
Tedros menegaskan bahwa perdamaian akan membawa keuntungan bagi semua pihak, termasuk Israel sendiri.
Ia mengungkapkan empatinya terhadap warga Gaza yang saat ini mengalami trauma dan penderitaan.
“Bayangkan bagaimana perasaan mereka. Saya bisa menciumnya. Saya bisa melihatnya dalam pikiran saya. Saya bisa mendengarnya. Ini semua karena trauma masa lalu,” ungkapnya.
Tedros menyayangkan penggunaan bantuan pangan dan medis sebagai alat perang.
Menurutnya, konflik yang terus berlangsung tidak akan pernah membawa penyelesaian yang bertahan lama.
Sementara itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa mulai menyalurkan sekitar 90 truk bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Ini merupakan distribusi pertama sejak Israel memperketat blokade pada awal Maret.
Tedros menekankan bahwa penyelesaian politik adalah satu-satunya jalan menuju perdamaian sejati.
“Seruan untuk perdamaian juga demi kepentingan Israel. Perang ini merugikan semua pihak,” tambahnya.
Direktur tanggap darurat WHO, Michael Ryan, menyatakan bahwa 2,1 juta penduduk Gaza kini terancam nyawa mereka.
Ia mendesak diakhirinya kelaparan, pembebasan sandera, serta pemulihan sistem kesehatan di wilayah tersebut.
Ryan, yang pernah menjadi sandera, menekankan pentingnya membebaskan semua yang ditahan.
Menurut WHO, warga Gaza kini menghadapi kekurangan parah dalam hal makanan, air bersih, obat-obatan, bahan bakar, serta tempat berlindung.
Empat rumah sakit utama telah berhenti beroperasi karena terletak dekat dengan area konflik atau terkena serangan.
Dari total 36 rumah sakit di Jalur Gaza, hanya 19 yang masih bisa memberikan layanan.
Namun, para tenaga medis bekerja dalam kondisi yang sangat terbatas dan berisiko tinggi.
WHO mencatat bahwa 94 persen fasilitas kesehatan di wilayah tersebut telah mengalami kerusakan atau hancur total.
Wilayah Gaza utara bahkan hampir sepenuhnya kehilangan layanan kesehatan dasar.
Secara keseluruhan, hanya sekitar 2.000 tempat tidur rumah sakit yang tersisa untuk melayani jutaan warga yang terdampak.
WHO menyebut situasi ini sebagai kehancuran yang sistematis.
Setiap rumah sakit yang berhasil diperbaiki seringkali kembali menjadi sasaran serangan.
Tentara Israel diketahui melancarkan serangan sejak Oktober 2023.
Hingga kini, lebih dari 53.000 warga Palestina telah tewas, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak.
Pengadilan Kriminal Internasional telah mengeluarkan surat penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang.
Israel juga sedang menjalani proses hukum di Mahkamah Internasional terkait tuduhan genosida di Gaza.
Blokade total terhadap bantuan diberlakukan pada bulan Maret, dengan alasan bahwa Hamas mengambil alih pasokan untuk pejuangnya.
Namun, klaim ini dibantah oleh kelompok tersebut.
PBB melaporkan bahwa satu dari empat warga Gaza berisiko mengalami kelaparan ekstrem.
Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, 29 orang—terdiri dari anak-anak dan lansia—telah meninggal akibat kelaparan dalam beberapa hari terakhir.
Ribuan lainnya diperkirakan berada dalam kondisi serupa dan berisiko meninggal dunia.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok