Repelita Jakarta - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi sering membagikan kegiatan turun langsung ke masyarakat.
Kebiasaan ini membuat sebagian netizen menganggap gaya politiknya mirip dengan Joko Widodo (Jokowi).
Beberapa netizen pun memberi julukan 'Mulyono Jilid II' kepada Dedi Mulyadi.
Gaya blusukan menjadi kunci popularitas Jokowi yang membawa dirinya dari Wali Kota Solo, kemudian Gubernur Jakarta, hingga dua periode Presiden Indonesia sejak 2014 hingga 2024.
Netizen menduga Dedi Mulyadi juga akan mengikuti jejak tersebut.
Dedi Mulyadi menyatakan bahwa julukan itu muncul dari orang-orang yang memperhatikan aktivitasnya secara intens.
Ia menilai, setelah melewati masa sulit dan menyelamatkan remaja dari masalah kriminal melalui pendidikan disiplin di barak militer, kini ia kembali mendapat tekanan.
Dedi menyebut berbagai stigma seperti "Gubernur Konten", "Mulyono Jilid II", dan julukan lain sengaja diciptakan untuk menurunkan citranya.
Menurut Dedi, komentar negatif yang muncul kebanyakan berasal dari luar Jawa Barat.
Ia menyebut kelompok tersebut sebagai buzzer yang memiliki tujuan menjatuhkan nama baiknya.
Video dirinya sedang mengaduk semen yang kembali viral juga menjadi bahan kritik dan tudingan pencitraan.
Padahal video itu direkam sekitar enam tahun lalu.
Dedi menegaskan bahwa kritik dan komentar tersebut menunjukkan banyak orang di luar Jawa Barat yang kurang suka padanya.
Meski mendapat serangan, Dedi mengaku tidak mempermasalahkan hal itu.
Ia yakin warga Jawa Barat tetap mencintainya.
Dedi justru menantang buzzer untuk terus membuat konten negatif terhadap dirinya.
Menurutnya, hal itu tidak masalah dan justru membantu mereka yang membuat konten negatif mendapatkan penghasilan.
Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi menilai ada perbedaan mendasar antara Dedi Mulyadi dan Jokowi.
Burhan menilai, Dedi lebih terbuka dalam berdialog, diskusi, dan debat, sedangkan Jokowi cenderung lebih pendiam dan banyak senyum.
Burhan memberi contoh ketika Dedi menjadi anggota DPRD Purwakarta, ia berani menemui dan berdialog dengan demo buruh yang terjadi saat itu.
Hal tersebut membuat Dedi populer dan membuka jalan untuk kariernya sebagai kepala daerah.
Menurut Burhan, Jokowi tidak seperti Dedi yang terbuka untuk debat dan diskusi sengit.
Sikap Dedi yang lebih vokal merupakan hasil dari latar belakangnya sebagai aktivis HMI dan organisasi kemasyarakatan.
Sementara Jokowi memiliki latar belakang aktivitas mahasiswa di pecinta alam.
Perbedaan ini menjadi karakteristik unik masing-masing tokoh politik tersebut. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok