Repelita Jakarta - Video monolog Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang tayang di kanal YouTube pribadinya kembali memantik respons publik.
Unggahan berdurasi lebih dari enam menit itu menampilkan Gibran berbicara seorang diri tentang berbagai isu nasional.
Ia menyoroti potensi bonus demografi dan pentingnya generasi muda dalam membangun masa depan Indonesia.
Namun, tak sedikit warganet yang menunjukkan ketidakpuasan terhadap isi video tersebut.
Hingga Rabu, video itu telah mendapat lebih dari 129 ribu tombol tidak suka.
Sebaliknya, jumlah suka hanya sekitar 44 ribu.
Kolom komentar dibanjiri tanggapan yang bernada kecewa.
Banyak yang menilai kontennya hambar dan hanya menyampaikan pesan normatif tanpa kedalaman.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar yang akrab disapa Cak Imin memberikan komentar singkat.
Ia menyatakan bahwa sentimen negatif semacam itu merupakan hal biasa dalam politik.
"Biasa saja," ujar Cak Imin saat ditanya wartawan di kompleks DPR RI, Jakarta.
Ia menambahkan, di era digital semua tokoh publik harus siap menghadapi opini publik yang tajam.
Menurutnya, konten di media sosial bisa memancing respons yang tidak selalu dapat diprediksi.
Sebelumnya, hubungan antara Cak Imin dan Gibran juga sempat tegang dalam debat calon wakil presiden.
Gibran menyindir Cak Imin soal penggunaan botol plastik saat berbicara mengenai lingkungan.
“Gus Muhaimin ini lucu ya. Menanyakan masalah lingkungan hidup tapi kok pakai botol plastik itu,” sindir Gibran saat debat.
Cak Imin membalas pernyataan tersebut dengan menyebut Gibran hanya mengulang argumen yang ia sampaikan lebih dulu.
"Yang anda sampaikan mengulang apa yang saya sampaikan," jawabnya kala itu.
Meskipun hubungan keduanya sempat memanas, di ruang publik mereka tetap menjaga etika politik.
Keduanya sepakat bahwa perbedaan pandangan tidak boleh menggerus persatuan bangsa.
Sentimen negatif yang muncul atas video monolog Gibran mencerminkan ekspektasi tinggi masyarakat terhadap para pemimpin muda.
Kritik publik semestinya menjadi ruang refleksi dan perbaikan komunikasi politik ke depan. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok