Repelita, Yogyakarta - Menjelang agenda Halal Bihalal alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) yang akan digelar besok, Yogyakarta mulai dipadati oleh alumni, aktivis, serta kalangan intelektual yang berencana melakukan aksi bertajuk Gruduk UGM.
Aksi ini digagas sebagai bentuk protes terhadap pihak kampus UGM yang dinilai menutup-nutupi kontroversi seputar ijazah Presiden Joko Widodo.
Dalam diskusi publik bersama jurnalis senior Hersubeno Arief, pengamat politik dan filsuf Rocky Gerung menyampaikan bahwa momen ini merupakan klimaks dari akumulasi kemarahan kaum intelektual yang mendambakan kejelasan dan kejujuran akademik.
"Momentum ini adalah puncak dari keinginan publik untuk mengetahui kebenaran. Kalau memang ijazah itu asli, tunjukkan. Kalau palsu, akui. Jangan biarkan isu ini menyandera bangsa terus-menerus," ujar Rocky.
Rocky menilai UGM telah menunjukkan sikap paradoks. Di satu sisi UGM dikenal sebagai kampus perjuangan dan kejujuran, tetapi di sisi lain dianggap menutup-nutupi isu yang menjadi perhatian nasional.
Ia menegaskan, kejujuran dalam dunia akademik tidak memerlukan pengacara, bahkan tidak harus melalui pengadilan.
"UGM seharusnya menjadi yang terdepan dalam menyuarakan kebenaran. Namun sekarang malah konservatif. Ini memalukan," katanya.
Lebih lanjut, Rocky menyebut aksi Gruduk UGM sebagai ekspresi budaya dan etika, bukan demonstrasi politik.
"Ini bukan untuk menjatuhkan kekuasaan, karena kekuasaan Jokowi sudah selesai. Tapi ini tentang membersihkan sejarah bangsa dari kebohongan, dari manipulasi akademik," ujarnya.
Rocky juga menyoroti hasil riset harian Kompas yang menunjukkan bahwa masyarakat masih menaruh harapan besar pada institusi kampus untuk menjadi agen perubahan sosial-politik.
"Publik sudah muak dengan elite politik. Satu-satunya yang masih dipercaya adalah kampus. Tapi sayangnya, UGM justru menutup diri dari isu ini," tambahnya.
Ia meminta aparat keamanan, khususnya Polda DIY, untuk tidak membatasi aksi tersebut dan tidak menganggapnya sebagai potensi kerusuhan.
"Yang datang ke sana itu dosen, mahasiswa, dan kaum intelektual. Ini aksi damai. Justru seharusnya UGM membuka diri, menyiapkan panggung untuk dialog, bukan malah menutup kampus," tegas Rocky.
Rocky juga mengingatkan para alumni UGM yang selama ini mendukung Presiden Jokowi karena alasan politik, agar membedakan antara loyalitas politik dan integritas akademik.
"Kalau dulu kalian membela karena loyalitas politik, itu pilihan kalian. Tapi kalau hari ini kalian tetap bungkam dalam soal akademik, kalian akan ditagih oleh sejarah dan oleh generasi muda," ucapnya.
Ia berharap isu ini dapat diselesaikan minggu ini juga, agar tidak diwariskan menjadi beban sejarah bagi anak cucu bangsa.
"Bayangkan jika sampai 100 tahun Indonesia merdeka, kita masih diwarisi cerita bahwa pernah punya presiden yang ijazahnya dipertanyakan. Itu menyakitkan," tutupnya.
Aksi Gruduk UGM dijadwalkan berlangsung damai dan terbuka untuk publik. Para peserta berharap pihak UGM bersedia berdialog, menghadirkan transparansi, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran akademik.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok