Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Jalanan Jakarta Terganggu Patwal: Pengamat Desak Revisi Sanksi dan Pembatasan Pengawalan Pejabat

 Pengamat Minta Patwal Dibatasi, Angkutan Umum di Jakarta Sudah Mumpuni  untuk Pejabat Mobilisasi - Tribun Wow

Repelita Jakarta - Patroli dan pengawalan atau patwal belakangan menimbulkan persepsi kurang baik dari masyarakat. Terlebih yang terjadi belakangan terakhir kabar iring-iringan kendaraan berplat RI 36 yang dikawal patwal memicu perdebatan di media sosial.

Pengguna jalan yang memperoleh hak utama telah diatur dalam Pasal 134 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk didahulukan sesuai dengan urutan berikut: kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas; ambulans yang mengangkut orang sakit; kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas; kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia; kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara; iring-iringan pengantar jenazah; dan konvoi serta kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 135 dalam Undang-Undang yang sama menyebutkan kendaraan yang mendapat hak utama harus dikawal oleh petugas Polri dan menggunakan isyarat lampu merah atau biru serta bunyi sirene.

Sanksi yang diberikan bagi setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar ketentuan mengenai penggunaan atau hak utama bagi kendaraan bermotor yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar dapat dipidana kurungan maksimal satu bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu sesuai Pasal 287 ayat 4.

Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, menilai sanksi yang diberikan terlalu rendah dan sudah seharusnya masuk dalam revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. "Sanksi pidana dan denda harus ditinggikan, sehingga ada efek jera bagi yang melanggar aturan itu," tegasnya.

Menurut Djoko, pada dasarnya menggunakan sarana dan prasarana jalan untuk keperluan berlalu lintas adalah hak asasi setiap orang. Semua orang mempunyai hak yang sama untuk menggunakan jalan. Tidak ada seorang pun yang memiliki hak untuk diutamakan kecuali didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Djoko juga menekankan bahwa pengawalan bertujuan memberikan pengamanan, baik terhadap kendaraan yang dikawal maupun pengguna jalan lain di sekitar kendaraan tersebut. Karena menyangkut pengamanan, pihak yang paling berwenang adalah Polri.

Dalam keseharian dengan hiruk-pikuk kemacetan di Kota Jakarta, Djoko berpendapat bahwa pengawalan sebaiknya dibatasi untuk Presiden dan Wakil Presiden. Sedangkan pejabat negara yang lain tidak perlu mendapatkan pengawalan seperti halnya Presiden dan Wakil Presiden. "Jika memang perlu sekali harus rapat, angkutan umum di Jakarta sudah memberikan pelayanan yang cakupannya setara dengan kota-kota dunia, yakni 89,5 persen wilayah Jakarta," tambahnya.

Djoko menjelaskan bahwa semua perumahan dan kawasan permukiman di Jakarta sudah dilayani angkutan umum. Setiap keluar dari hunian di Jakarta, tidak sampai 500 meter dipastikan terdapat halte atau bus stop angkutan umum. Dengan demikian, ketersediaan layanan angkutan umum di Jakarta sudah merata dan tidak jauh berbeda dengan kota dunia lainnya di mana masyarakat serta pejabat terbiasa menggunakan angkutan umum.

Dia menyoroti bahwa perhitungkan setiap hari lebih dari 100 kendaraan yang harus dikawal polisi menuju tempat aktivitas menyebabkan jalanan Jakarta semakin macet dan membikin pengguna jalan menjadi stres dengan bunyi-bunyian sirene kendaraan patwal.

Djoko menyarankan agar pejabat negara mulai membiasakan diri menggunakan angkutan umum minimal sekali seminggu. Dengan bercampur dengan masyarakat umum, pejabat dapat mengetahui kondisi sebenarnya kehidupan masyarakat. "Diperlukan pejabat yang peka terhadap kehidupan sosial masyarakat. Hal ini masih sangat langka di Indonesia," pungkas Djoko.

Dia juga menyoroti adanya oknum aparat penegak hukum yang mengawal kegiatan tertentu karena menerima sejumlah uang. Djoko menegaskan bahwa praktik tersebut harus segera ditertibkan.

Jalan yang dibangun melalui pungutan pajak digunakan oleh masyarakat umum. Tentunya semua masyarakat berhak menikmatinya, kecuali ada kekhususan bagi kendaraan tertentu sesuai pasal 134 Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

ads bottom

Copyright © 2023 - Repelita.id | All Right Reserved