Negara Harus Hadir: Edy Mulyadi Soroti Lambannya Respons Pemerintah

 

Repelita Jakarta - Edy Mulyadi, jurnalis senior, mengungkapkan analisisnya terkait proyek PIK 2 yang diduga melibatkan kekuatan besar di balik pemasangan pagar laut ilegal di Tangerang. Ia menyebut Aguan sebagai salah satu tokoh yang berperan dalam proyek tersebut.

“Memang ada kekuatan yang dianggap sangat dahsyat, sehingga nyaris tak tersentuh dan merasa bisa melakukan apa saja,” ujar Edy dalam siniar Indonesia Lawyers Club.

Ia menjelaskan bahwa rantai kerja proyek ini melibatkan sejumlah pihak. “Bukan rahasia tadi Kang Kholid menyebut ini kerjaannya, namanya mandornya Memet, ordernya dari Gojali atau Engcun, perintah dari Ali Hanafiah Li Jaya. Siapa dia Ali? Ali itu adalah orangnya Aguan. Itu satu rentetan, gampang banget gitu loh,” katanya.

Edy juga menyoroti dampak sosial, budaya, dan religius akibat proyek reklamasi ini, terutama penggusuran lahan sawah, tambak, hingga masjid dan musala. Menurutnya, hilangnya tempat ibadah tidak hanya merusak struktur fisik, tetapi juga menghapus suasana keagamaan dan budaya lokal.

Ia mencontohkan kawasan seperti PIK 1, di mana suara azan dan aktivitas keagamaan sulit ditemukan akibat pembangunan tersebut.

Edy mempertanyakan respons pemerintah terhadap rekomendasi dari organisasi Islam seperti Muhammadiyah, PBNU, dan Mathla'ul Anwar. Ia merasa seruan mereka kurang mendapat perhatian serius dari pemimpin negara.

Edy mengkritik lambannya tindakan pemerintah dalam menghentikan atau mengevaluasi proyek yang telah menimbulkan kerusakan sosial dan budaya masyarakat. Ia menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap proyek reklamasi yang berpotensi melanggar aturan hukum.

“Proyek-proyek seperti ini harus diawasi dengan ketat. Negara harus hadir melindungi masyarakat dari dampak buruk pembangunan yang tidak bertanggung jawab,” tegas Edy.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga