Repelita Tangerang - Keberadaan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang kini menjadi sorotan publik. Hingga saat ini, pihak yang bertanggung jawab atas pemasangan pagar laut tersebut belum diketahui. Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono mengungkapkan bahwa pemerintah belum mengetahui siapa yang memerintahkan pemasangan pagar laut tersebut.
Menurut Trenggono, pihak pemerintah tidak bisa sembarangan mencabut pagar laut itu tanpa mengetahui siapa pelakunya. Pemerintah akan segera mengenakan denda administratif dan meminta pelaku untuk membongkar pagar laut jika sudah diketahui identitasnya. "Jika ketahuan siapa yang memasang dengan tujuan apa dan tidak memiliki izin, kami akan mengambil tindakan," kata Trenggono.
Trenggono juga telah meminta Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pung Nugroho Saksono untuk memeriksa pemasangan pagar laut tersebut. Berdasarkan hasil pemeriksaan, ternyata pagar laut ini tidak memiliki izin resmi. Seharusnya, jika ada izin, maka harus ada pemberitahuan yang menyatakan bahwa kegiatan tersebut telah memenuhi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).
Pagar laut yang terbuat dari bambu dan memiliki tinggi rata-rata 6 meter ini melintasi enam kecamatan dan berdampak pada sekitar 3.888 nelayan serta 502 pembudi daya kerang di sekitar kawasan tersebut. Karena tidak memiliki izin, Direktorat Jenderal PSDKP Kementerian KP akhirnya menyegel pagar laut tersebut.
Pemasangan pagar laut ini pertama kali terdeteksi pada 14 Agustus 2024, ketika Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten menerima informasi terkait pembangunan pagar tersebut. Sebelumnya, pada 19 Agustus 2024, panjang pagar laut tercatat hanya 7 km. Hingga kini, pemasangan pagar laut ini masih menjadi misteri, karena belum diketahui siapa yang bertanggung jawab dan tujuan dari pemasangan pagar tersebut.
Pagar laut ini membentang di sepanjang 16 desa yang melibatkan enam kecamatan di Kabupaten Tangerang. Masyarakat setempat yang terkena dampak dari pemasangan pagar ini mengaku merasa khawatir dengan proyek ini. Sejumlah warga juga menyampaikan protes terkait pembangunan proyek strategis nasional (PSN) di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.
Namun, pihak pengembang PSN PIK 2 membantah terlibat dalam pembangunan pagar laut ini. Kuasa hukum pengembang, Muannas Alaidid, mengatakan bahwa pagar laut tersebut adalah hasil inisiatif dan swadaya masyarakat setempat. Pagar ini diklaim sebagai tanggul laut untuk memecah ombak dan digunakan oleh masyarakat sekitar sebagai tambak ikan.
Muannas juga menjelaskan bahwa pagar laut bambu tersebut digunakan untuk membendung sampah dan menjadi pembatas lahan warga pesisir yang tanahnya terkena abrasi. Pihaknya menegaskan bahwa tidak ada kaitan antara pembangunan pagar laut dengan pengembang PSN PIK 2.
Sementara itu, kepala perwakilan Ombudsman RI wilayah Banten, Fadli Afriadi, mengungkapkan bahwa pemasangan pagar laut dilakukan pada malam hari dengan menggaji pekerja sebesar Rp100 ribu per hari sejak Juli 2024. Sampai saat ini, belum diketahui siapa pemilik dan tujuan pembangunan pagar laut tersebut.
Warga di sekitar kawasan juga menunjukkan rasa keberatan mereka terhadap proyek PSN PIK 2. Beberapa poster protes dengan kalimat "Cukup sudah perampasan tanah rakyat dengan dalih PSN" dipasang di beberapa bangunan kediaman warga di Desa Krojo, Kecamatan Krojo, Kabupaten Tangerang. Warga khawatir akan kehilangan tempat tinggal dan usaha mereka karena adanya proyek ini.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok