Repelita Tangerang - Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, membongkar praktik kecurangan dalam penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di area pagar laut Tangerang.
Boyamin melaporkan sejumlah oknum Kepala Desa (Kades) di sekitar wilayah pagar laut Tangerang, terutama di Kecamatan Tronjo, Tanjungkait, dan Pulau Cangkir, ke Kejaksaan Agung.
“Kalau terlapor itu kan oknum kepala desa di beberapa desa, bukan Kohod saja loh ya, ada di Pakuaji, di beberapa yang lain itu ada,” ujar Boyamin.
Dia menduga, penyalahgunaan wewenang ini telah terjadi sejak tahun 2012.
Perangkat desa, pejabat di tingkat kecamatan, kabupaten, hingga pejabat pembuat sertifikat yang terlibat dalam pembuatan surat-surat ini sudah sepatutnya diselidiki.
“Terus yang terakhir otomatis oknum di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tangerang. Karena, terbitnya HGB dan SHM ini pada posisi di BPN. Nampaknya ada akal-akalan,” katanya.
Boyamin menduga, sejumlah oknum mengakali surat-surat yang terbit dengan keterangan luas lahan maksimal dua hektar.
Ketentuan ini sengaja di-setting khusus agar pejabat daerah tidak perlu meminta persetujuan ke pusat.
Kendati demikian, Boyamin menduga, pihak pusat juga terlibat dalam pembuatan surat-surat ini.
Dia menjelaskan, pembuatan surat ilegal ini mulai terjadi di tahun 2012.
Saat itu, isu reklamasi mencuat sehingga warga berbondong-bondong membeli segel pernyataan keluaran tahun 1980-an.
“Jadi, urutannya begini, 2012 itu kemudian ada isu mau ada reklamasi dan sebagainya. Maka kemudian, warga banyak yang membeli segel tahun 1980-an ke kantor pos Teluk Naga dan ke Jakarta,” lanjut Boyamin.
Segel ini dipergunakan untuk menerbitkan surat keterangan lahan garapan.
Surat ini kemudian dijual kembali dengan harga miring, kisaran Rp 2 juta hingga Rp 7 juta.
“Setelah punya surat keterangan garapan itu, diketahui kepala desa, dan sebagainya, terus (surat) dijual lagi kepada (pihak) A, kepada B,” jelas dia.
Melalui proses jual beli yang ada, surat ini kemudian sampai ke tangan sejumlah perusahaan yang namanya disebutkan sebagai pemilik izin lahan pagar laut.
Kemudian, perusahaan-perusahaan ini membuat surat hak guna bangunan (HGB) pada tahun 2023.
“Jadi, warga juga tahu kalau lahannya di laut sebagian besar. Tapi, karena ada yang mau beli ya mau-mau saja. Dijual Rp 5 juta, Rp 7 juta, bahkan ada yang murah itu Rp 2 juta,” jelas Boyamin.
Untuk memperkuat laporannya, Boyamin melampirkan sejumlah barang bukti berupa kesaksian sejumlah warga, dokumen akta jual beli, serta keterangan rilis dari Menteri ATR/BPN Nusron Wahid.
“Saksi ahli yang utama itu saksi jabatan, yaitu Pak Nusron Wahid, saya masukkan juga jadi saksi di sini karena beliau yang paling tahu itu sekarang dan sudah mencabut itu 50 dan mengatakan itu cacat formal maupun materiil,” kata dia.
Para terlapor ini diduga menyalahi Pasal 9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi dengan ancaman penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 250 juta.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid membeber daftar pemilik sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan hak milik (SHM) di area pagar laut Tangerang di rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI.
Dari data yang dibeber Nusron Wahid terungkap ada 263 bidang lahan di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang yang sudah mendapat SHGB dengan luas 390,7985 hektar.
Pemilik terbesar SHGB adalah PT Intan Agung Makmur (PT IAM) sebanyak 234 bidang dengan luas 341,5156 hektar.
Kemudian, PT Cahaya Inti Sentosa (PT CIS) sebanyak 20 bidang dengan luas 35,4929 hektar.
Sisanya dimiliki 8 orang, satu diantaranya memiliki dua bidang seluas 2,4507 hektar.
Sisanya, 7 orang, masing-masing hanya memiliki satu bidang dengan luas di bawah 2 hektar.
Sementara untuk SHM, ada 17 bidang dengan luas 22,9334 hektar.
SHM ini dimiliki 16 orang, satu diantaranya berinisial ABB memiliki dua bidang seluas 3,7995 hektar.
Kemudian ada 11 orang masing-masing memiliki lebih dari 1 hektar dan 4 kurang masing-masing memiliki kurang dari 1 hektar.
Di katakan Nusron, Desa Kohod tempat sertifikat ini diterbitkan telah dibuat pagar laut dengan jarak sekira 3,5 sampai 4 km.
"Terhadap data ini, kami analisis dan kami cocokkan dengan data spasial tematik. Mana yang ada di garis pantai, dan mana di luar garis pantai. Kalau di luar garis pantai, tidak bisa disertifikatkan," terang Nusron.
Dari hasil pencocokkan ini, Nusron sudah membatalkan sertifikat untuk 50 bidang.
"Apakah nambah? potensinya bisa nambah, karena kami baru bekerja empat hari," tegasnya.
Selain membatalkan sertifikat, Nusron juga sudah melakukan audit investigasi terkait penerbitan sertifikat tersebut.
Hasilnya, pihaknya merekomendasikan pencabutan lisensi kepada kantor jasa survey berlisensi (KJSB) RMLP.
KJSB ini lah yang melakukan survey dan pengukuran terhadap tanah-tanah tersebut sebelum disahkan oleh petugas ATR/BPN.
Selain itu, pihaknya juga sudah memberikan sanksi berat pembebasan dan penghentian dari jabatannya kepada 6 pegawai dan sanksi berat kepada 2 pegawai.
Nusron enggan menyebut nama-nama pegawainya tersebut.
Dia hanya mengungkap satu diantarnya berinisial JS, mantan kepala kantor pertanahan Kabupaten Tangerang.
"Sudah diberikan sanksi oleh inspektorat, tinggal proses SK sanksi dan tinggal penarikan mereka dari jabatannya," tegasnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok