
Bandung, 9 Desember 2024 - Rizal Fadillah, pemerhati politik dan kebangsaan, mengungkapkan kritik tajam terkait proyek Pantai Indah Kapuk (PIK), khususnya PIK-2, yang dianggap penuh manipulasi, konflik kepentingan, dan berbagai praktik tidak transparan. Menurut Rizal, proyek ini bukan hanya mengancam kesejahteraan rakyat tetapi juga menjadi panggung dominasi oligarki yang merampas ruang publik demi kepentingan pribadi.
Rizal Fadillah mengecam keras cara rezim Jokowi menjalankan proyek ini, yang justru meminggirkan rakyat demi kepentingan segelintir pengusaha besar seperti Sugianto Kusuma alias Aguan. Menurutnya, Aguan memiliki kedekatan khusus dengan pejabat tingkat nasional dan memainkan peran sentral dalam pengembangan proyek properti ini.
Proyek PIK-2 Mengabaikan Kesejahteraan Rakyat
Dalam analisisnya, Rizal menyebut bahwa proyek PIK-2, yang berlokasi di Banten, awalnya dirancang sebagai area destinasi wisata seluas 1.775 hektar, namun manipulasi status PSN membuat seluruh area tersebut mendapatkan fasilitas khusus yang tidak seharusnya. Proyek ini disebutnya tidak hanya mengganggu RTRW tetapi juga belum memiliki RDTR yang jelas. Rizal menilai hal ini menunjukkan bahwa status PSN digunakan untuk kepenting pribadi daripada kesejahteraan publik.
Dia menyebut bahwa manipulasi ini dilakukan dengan menurunkan NJOP, yang berujung pada pengambilan keuntungan besar tanpa memperhatikan aspek keadilan. Rizal memperkirakan bahwa keuntungan dari manipulasi ini dapat mencapai angka fantastis hingga 20 ribu triliun, yang menunjukkan praktik pengambilan keuntungan secara besar-besaran.
Kolusi Penguasa dan Pengembang Mengancam Kedaulatan Rakyat
Rizal menegaskan bahwa kerjasama antara Sugianto Kusuma alias Aguan dan Maruarar Sirait, Menteri Perumahan, menunjukkan kolusi antara pengembang besar dan penguasa. Maruarar, melalui kementerian pengadaan rumah, memberikan proyek pengadaan 3 juta rumah kepada Aguan tanpa transparansi dan akuntabilitas.
Dia mengecam hal ini sebagai bentuk kolusi yang merampas hak rakyat demi kepenting bisnis pribadi pengembang. Rizal menyebut bahwa pengadaan rumah bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, tetapi malah menjadi cara untuk memperkaya pengembang tanpa memperhatikan prinsip pembangunan yang adil.
Melanggar Prinsip RTRW dan Merampas Ruang Publik
Selain itu, Rizal juga membahas fakta bahwa proyek PIK-2 melibatkan manipulasi status kawasan hutan lindung yang seharusnya dialihkan menjadi kawasan konservasi. Dengan manipulasi ini, ruang hijau seperti hutan mangrove dan rawa diubah menjadi area reklamasi yang menguntungkan pengembang tetapi merugikan lingkungan hidup. Praktik ini jelas melanggar rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang seharusnya dilaksanakan untuk menjaga keseimbangan lingkungan dan kehidupan masyarakat.
Rizal menegaskan bahwa proyek ini bukan hanya soal kerusakan lingkungan tetapi juga konflik sosial antara pengembang dan masyarakat lokal yang merasa terpinggirkan dan terampas haknya atas tanah.
Seruan untuk Mengembalikan Kedaulatan kepada Rakyat
"Sudah saatnya proyek ini dihentikan, dievaluasi, dan dibatalkan. Kembalikan semua proyek kepada garis keseimbangan, keadilan, dan prinsip tata ruang yang benar," ujar Rizal Fadillah.
Dia menyerukan agar semua manipulasi, kolusi, dan konflik kepentingan ini ditindak secara hukum. Proses penyidikan harus dilakukan terhadap Sugianto Kusuma dan semua pihak yang terlibat dalam manipulasi PSN. Menurutnya, sudah saatnya keadilan ditegakkan, dan ruang publik dikembalikan kepada rakyat tanpa ada dominasi oligarki yang hanya memikirkan kepentingan pribadi.
"Bumi ini milik rakyat Indonesia, bukan untuk dijual murah kepada pengembang asing, lokal, atau individu yang ingin mengejar keuntungan pribadi tanpa memperhatikan kesejahteraan masyarakat," tegas Rizal.(*)
Editor: Elok WA R-ID