Breaking Posts

10/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Mahfud MD: Perpol Nomor 10 Tahun 2025 adalah Pembangkangan terhadap Konstitusi dan Hukum

Repelita Jakarta - Pakar hukum tata negara Mahfud MD kembali menyampaikan kritik keras terhadap Peraturan Kepolisian Nomor 10 Tahun 2025 yang dinilainya sebagai bentuk pembangkangan terhadap konstitusi dan peraturan hukum yang lebih tinggi.

Mahfud menjelaskan bahwa Komisi Percepatan Reformasi Polri tidak memiliki kewenangan untuk menangani atau menyelesaikan kasus-kasus hukum individu.

“Tim Reformasi Polri ini bukan lembaga yang mempunyai wewenang untuk menilai satu tindakan hukum, untuk meyelesaikan kasus. Kita ini tim untuk menyiapkan kerangka kebijakan baru tentang Polri,” ujarnya pada 16 Desember 2025.

Banyak masyarakat masih salah paham mengenai fungsi utama komisi tersebut sehingga sering mengirim pengaduan yang tidak sesuai dengan mandat reformasi.

“Jadi kalau sifatnya kasus, pembunuhan, korupsi, penganiayaan, banyak tu orang nda ngerti dikira komisi reformasi itu menyelesaikan kasus,” katanya.

Contoh pengaduan yang diterima bahkan sangat jauh dari ruang lingkup tugas komisi.

“Ada seorang ibu-ibu kirim surat bahwa suaminya selingkuh dengan polwan, masa itu urusan reformasi,” ceritanya.

Pengaduan serupa juga datang dari kalangan internal kepolisian sendiri.

“Ada seorang polisi misalnya istrinya kepergok dengan ASN di hotel, lapor ke kita, itu bukan tugas kita,” tambahnya.

Mengenai Perpol Nomor 10 Tahun 2025, Mahfud menyatakan bahwa secara resmi komisi belum membahasnya karena bukan ranah penanganan kasus.

“Termasuk soal Perpol nomor 10 tahun 2025, itu tidak boleh atau belum boleh dibicarakan oleh komisi reformasi. Kalau substansinya saya sudah bicara, saya sudah bicara itu kalau di Medan,” ungkapnya.

Kritik yang dilontarkannya murni sebagai pendapat pribadi dalam kapasitas sebagai akademisi dan ahli hukum.

“Saya bicara bahwa Perpol itu bertentangan dengan konstitusi, bahkan istilah yang lebih tegas itu pembangkangan terhadap konstitusi, pembangkangan terhadap hukum. Saya yang bicara pertama itu,” tegasnya.

Pernyataan tersebut sempat memicu perdebatan publik hingga memaksa Kapolri memberikan klarifikasi resmi.

“Ribut, baru Kapolri menjelaskan, tapi waktu saya bicara di Medan itu, saya katakan saya bukan anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri, saya Mahfud, ahli hukum, pembelajar hukum, pengamat hukum, tapi saya sebagai ahli hukum saya harus bicara meluruskan keadaan ini,” jelasnya.

Mahfud merinci dasar yuridis mengapa Perpol tersebut bermasalah secara hukum.

“Jadi kalau sodara bicara bagaimana undang-undang Perpol itu jelas bertentangan dengan UU nomor 2 yang menyatakan bahwa polri tidak boleh masuk,” katanya.

Regulasi itu juga bertabrakan dengan aturan lain yang lebih tinggi hirarkinya.

“Bertentangan dengan UU nomor 20 tahun 2023 tentang ASN, lalu yang ketiga bertentangan dengan putusan MK,” lanjutnya.

Dalam tata urutan peraturan perundang-undangan, Perpol tidak boleh melanggar ketentuan di atasnya.

“Itu sudah jelas, sesudah itu ribut baru dijelaskan. Itukan besok ditingkatkan lagi jadi PP, besok jadi UU harus masuk UU dulu, nda bisa jadi PP harus UU dulu, kalau mau ya minta ke presiden dong,” tandasnya.

Mahfud menegaskan kembali bahwa pandangan kritisnya bukan representasi resmi dari Komisi Percepatan Reformasi Polri.

“Tapi ini bukan penjelasan komisi reformasi polri tapi sodara tanya makanya saya jawab,” pungkasnya.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

ads bottom

Copyright © 2023 - Repelita.id | All Right Reserved