
Repelita Makassar - Anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri Mahfud MD menyampaikan pandangan terbuka mengenai kondisi terkini institusi Kepolisian Republik Indonesia setelah mengikuti kegiatan penyerapan aspirasi di Universitas Hasanuddin.
Kunjungan komisi ke kampus tersebut difokuskan untuk mengumpulkan masukan serta harapan masyarakat dalam rangka memperbaiki kinerja kepolisian nasional.
“Kita tidak akan melakukan reformasi Polri, karena reformasi itu sudah selesai. Yang akan dilakukan itu percepatan reformasi Polri,” katanya kepada wartawan pada 16 Desember 2025.
Berbagai istilah seperti regenerasi, transformasi, maupun akselerasi sering muncul dalam diskusi publik, tetapi intinya tetap pada upaya mempercepat pembenahan Polri.
“Lalu di sini tadi ada istilah muncul riengenery, ada istilah juga transformasi, akselerasi. Tapi reformasi polri itu selalu dikaitkan dengan upaya mempercepat,” ungkapnya.
Secara keseluruhan, struktur organisasi serta landasan regulasi Polri sudah cukup baik dan memadai.
Permasalahan utama justru berada pada implementasi di tingkat lapangan yang sering kali menyimpang dari prinsip dasar.
“Jadi Polri itu sebetulnya struktur dan aturannya sudah bagus. Sekarang kenapa menjadi seperti itu, kita sekarang sementara mencari, seperti orang sakit, dipegang, apanya sih, di mana yang kok rusak kayak gini?," ujarnya.
Beragam penyimpangan yang mencuat belakangan mencakup praktik pemerasan, pola hidup mewah, pamer kekayaan, hingga dugaan keterlibatan dengan aktivitas kriminal.
“Terjadi pemerasan, hedonisme, flexing, berkolaborasi dengan kejahatan dan sebagainya,” sebut Mahfud.
Komisi telah mengidentifikasi beberapa penyebab pokok rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap Polri.
Penyebab pertama adalah infiltrasi unsur politik yang semakin kuat di dalam tubuh institusi.
“Nah itu kenapa terjadi sehingga masyarakat tidak terlindungi, kita cari, banyak, ada beberapa faktor yang sudah ditemukan. Pertama ini polri ini mulai bermasalah ketika masuk unsur politik ke dalamnya,” tegasnya.
Faktor kedua yang krusial berkaitan dengan kualitas kepemimpinan mengingat sifat hierarkis dan komando yang sangat kaku pada Polri.
“Lalu yang kedua, soal leadership, karena Polisi itu kan sangat terkomando. Kalau yang di atas bagus, di bawahnya juga bagus. Kalau di atas tidak terkontaminasi politik, ke bawah pasti bagus, hanya itu kuncinya sebenarnya,” jelasnya.
Pembenahan terhadap isu-isu lain akan dilakukan secara bertahap setelah dua elemen utama tersebut berhasil diatasi.
Mahfud turut mengapresiasi berbagai saran yang mengandung nilai kearifan lokal selama kegiatan di Makassar.
“Saya banyak mendapat istilah berdasarkan kearifan lokal dari Makassar tadi dan bagus-bagus. Kita akan coba dan itu nanti diolah sehingga muncul dan ikut mewarnai apa yang harus kita lakukan untuk perbaikan Polri,” katanya.
Inti dari segala upaya adalah mengembalikan Polri kepada identitas aslinya sebagai penjaga dan pelayan rakyat.
“Pokoknya Polri itu milik kita, polisi rakyat, harus dekat dengan rakyat, melindungi, mengayomi, dan menegakkan hukum, melayani,” ucapnya.
Akan tetapi, aspek penegakan hukum masih menjadi tantangan besar terutama saat berhubungan dengan kepentingan bisnis maupun politik.
“Tapi penegakan hukumnya ini compang-camping terutama kalau menyangkut dengan dunia bisnis, politik, dan sebagainya,” pungkas Mahfud.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

