
Repelita Jakarta - Analis politik Agus Wahid secara tegas menunjuk korporasi sebagai pihak yang harus menanggung beban utama atas bencana banjir bandang dan longsor yang menghancurkan Aceh, Sumatera Utara, serta Sumatera Barat.
Menurut Agus Wahid, eksploitasi sumber daya alam secara masif tanpa tanggung jawab menjadi akar utama bencana ekologis yang kini memakan korban ribuan jiwa.
Perlu kita catat, sikap tegas terhadap biang kerok korporat itu untuk menyadari adanya hak dan kewajibannya sebagai pengelola sumber daya alam.
Bukan hanya menikmati hasilnya (profit taking) semata, tapi juga harus bertanggung jawab atas risiko bisnis yang dihadapi.
Agus Wahid menuntut penerapan prinsip manajemen yang adil di mana korporasi tidak boleh hanya meraup untung sementara rakyat dan negara menanggung kerugian lingkungan.
Tak selayaknya menjadi pembela atau penopang para biang kerok itu. Sebab, tindakan pemerintah, terutama terkait dana, sama artinya bersumber dari rakyat. Mengapa rakyat harus ikut menanggung atas kejahatan yang dilakukan para korporat itu? Lucu.
Ia mendesak rekonstruksi logika administrasi publik agar tidak lagi melindungi pelaku perusakan lingkungan.
The last but not least, rakyat yang menjadi korban keganasan alam itu sudah saatnya memikirkan dengan serius seperti apa hukuman badan yang tepat bagi para penjahat lingkungan.
Agus Wahid bahkan membuka kemungkinan gerakan senyap masyarakat jika korporasi tetap abai.
Jika korporat tetap abai atas kejahatan lingkungannya, maka tidaklah berlebihan jika rakyat menerapkan gerakan senyap. Kalau perlu, terbang ke Jakarta atau Singapura, tempat para bandit bersembunyi.
Pengejaran itu untuk menciptakan ketidaknyamanan hidup para bandit lingkungan itu. Mereka merasa selalu dibayang-bayangi seseorang yang siap melayangkan nyawanya.
Ia menyerukan negara memberikan payung hukum atau setidaknya toleransi terhadap upaya masyarakat yang menuntut keadilan lingkungan.
Untuk memaksakan sistem baru penindakan hukum ala the dark justice itu, maka negara harus memberikan payung hukum, setidaknya toleransi kepada siapapun dari komponen masyarakat yang menuntut keadilan itu.
Ketika korporat diminta sebagai penanggung utama atas bencana alam yang melanda, maka rakyat bahkan pemerintah terkurangi beban berat.
Implikasinya, segudang program Pemerintah yang telah diset up tidak terganggu atau tersendat akibat kondisi force majeur itu. Kiranya cukup signifikan. Itulah makna krusial dari political will yang on the track dan berkeadilan. Proporsional.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

