
Repelita Jakarta - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka resmi menapaki satu tahun masa kepemimpinan pada 20 Oktober 2025.
Selama periode ini, pasangan yang diusung melalui visi besar Asta Cita Menuju Indonesia Emas 2045 menghadapi beragam dinamika politik dan sosial yang kompleks di tengah ekspektasi tinggi publik terhadap perubahan nyata.
Laporan terbaru dari Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia bersama lembaga riset Binokluar menunjukkan hasil pemantauan berbasis Artificial Intelligence terhadap pemberitaan di media siber, cetak, elektronik, serta percakapan publik di berbagai platform media sosial.
Analisis dilakukan sejak 21 Oktober 2024 hingga 21 Oktober 2025 dengan fokus pada isu demokrasi, politik, dan kinerja kabinet Merah Putih di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran.
Dari total 573.979 pemberitaan yang dipantau, sebanyak 80 persen bernada positif, 2 persen netral, dan 16 persen bernada negatif.
Tingginya angka pemberitaan positif tersebut menunjukkan kuatnya dukungan naratif media terhadap agenda pemerintah, terutama pada program populis seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan sejumlah kebijakan yang dinilai pro-rakyat.
Namun, DEEP menilai bahwa dominasi sentimen positif di media arus utama belum tentu merepresentasikan pandangan masyarakat di tingkat akar rumput.
Dalam analisisnya, DEEP menyoroti masih kuatnya pengaruh politik Joko Widodo (Jokowi) di pemerintahan baru.
Mantan presiden ke-7 RI itu menempati posisi ketiga tokoh paling sering diberitakan terkait isu politik dan demokrasi setelah Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Sepuluh tokoh paling banyak muncul di media antara lain Prabowo Subianto, Gibran Rakabuming Raka, Joko Widodo, Listyo Sigit Prabowo, Bahlil Lahadalia, Megawati Soekarnoputri, Prasetyo Hadi, Budi Gunawan, Teddy Indra Wijaya, dan Erick Thohir.
Dari daftar tersebut, Prabowo dan Jokowi tercatat memiliki tingkat sorotan negatif tertinggi meski tetap disertai apresiasi positif atas sejumlah kebijakan strategis.
Tingginya sorotan terhadap Jokowi dianggap sebagai indikasi bahwa pengaruh politiknya masih menonjol di masa pemerintahan baru.
Beberapa pengamat memandang keterlibatan mantan presiden dalam proses kebijakan publik dapat menimbulkan persepsi negatif terhadap independensi pemerintahan Prabowo-Gibran.
Laporan DEEP juga menyoroti wacana pemakzulan terhadap Gibran Rakabuming Raka yang sempat mencuat akibat ketidakpuasan publik terhadap arah kebijakan politik nasional.
Berbeda dengan media arus utama, data percakapan di media sosial justru memperlihatkan tren sentimen negatif yang mendominasi.
Di platform X (Twitter), dari 66.485 percakapan yang dianalisis, 44 persen bernada negatif, 42 persen positif, dan 14 persen netral.
Facebook menunjukkan 47 persen percakapan bernada negatif, sementara di YouTube mencapai 49 persen, Instagram 38 persen, dan TikTok 50 persen.
Akun yang paling sering disebut dalam percakapan daring meliputi @Prabowo, @Gibran_Rakabuming, @Gerindra, dan @PresidenRepublikIndonesia, dengan tingkat keterlibatan tertinggi berasal dari YouTube diikuti oleh Instagram dan Facebook.
Sejumlah isu menonjol yang menjadi bahan perbincangan publik antara lain pengesahan cepat RUU TNI, kebijakan koalisi gemuk di parlemen, efektivitas program MBG, serta dugaan politik dinasti yang melibatkan keluarga Jokowi.
Publik juga mengkritik proyek food estate, kebijakan anggaran yang dianggap elitis, dan komunikasi publik pejabat yang dinilai kurang sensitif terhadap kondisi rakyat.
Peneliti DEEP mengutip tulisan Sukidi tahun 2025 berjudul “Keadilan yang Dirindukan” yang menyebut bahwa masyarakat mulai kehilangan kepercayaan terhadap janji pemerintah karena ketidaksesuaian antara ucapan dan tindakan di lapangan.
Sebagai bentuk evaluasi, DEEP memberikan sejumlah rekomendasi bagi pemerintah agar memperbaiki tata kelola dan arah kebijakan nasional.
Pertama, pemerintah diminta melakukan audit menyeluruh terhadap program Asta Cita, khususnya proyek-proyek besar seperti MBG, PSN, Food Estate, dan Danantara untuk memastikan dampaknya benar-benar dirasakan masyarakat.
Kedua, DEEP menyoroti perlunya perbaikan komunikasi publik dan peningkatan etika pejabat negara agar pernyataan-pernyataan mereka tidak menimbulkan keresahan.
Ketiga, pengawasan dan mitigasi risiko terhadap kebijakan anggaran harus diperketat guna mencegah potensi penyalahgunaan wewenang di tengah dukungan politik besar di parlemen.
Keempat, lembaga riset tersebut menyarankan perombakan kabinet terhadap kementerian yang dinilai gagal agar kinerja pemerintahan dapat lebih efektif dan responsif terhadap kritik publik.
Terakhir, DEEP meminta pemerintah menghentikan praktik represif dan kriminalisasi terhadap warga yang menyuarakan pendapatnya, karena hal itu bertentangan dengan prinsip demokrasi yang dijanjikan dalam visi Asta Cita.
Satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran memperlihatkan capaian yang signifikan dalam hal stabilitas politik dan implementasi program sosial, namun di sisi lain juga menandai munculnya regresi demokrasi dan keresahan publik di ruang digital.
Kombinasi antara dukungan media dan kritik publik menjadi cermin bagi pemerintah untuk berbenah dan memastikan arah kebijakan benar-benar berpihak kepada rakyat.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

