
Repelita Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menyeret sejumlah individu ke meja hijau terkait dugaan korupsi dalam proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh.
Langkah hukum ini diambil setelah penyidik menemukan indikasi kuat adanya praktik penggelembungan harga dalam proses pembebasan lahan untuk proyek strategis nasional tersebut.
Salah satu pihak yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Ubaidillah Mustafa, mantan Direktur SDM dan Umum PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yang diduga menjadi aktor utama dalam skema pengadaan lahan bermasalah.
Selain Ubaidillah, KPK juga menetapkan Mohamad Hadiyana, staf PT KCIC, serta dua pengusaha bernama Wawan Heryawan dan Dadan A. Kusdiana sebagai tersangka karena diduga berperan sebagai perantara dalam transaksi lahan.
Dari unsur pemerintah daerah, Ari Azhari, mantan Kepala Desa Cikarageman, Bekasi, turut dijadikan tersangka karena diduga memfasilitasi pembebasan tanah ulayat dengan harga yang tidak wajar.
Modus yang digunakan para tersangka melibatkan pembelian tanah dari warga dengan harga rendah, kemudian menaikkan nilai tersebut secara fiktif dalam dokumen resmi pembayaran kepada PT KCIC.
Selisih harga yang sangat besar antara nilai transaksi riil dan dokumen resmi diduga menjadi sumber keuntungan ilegal yang dibagi di antara para pelaku.
Contohnya, tanah warga di Desa Cikarageman dibeli dengan harga Rp70.000 hingga Rp90.000 per meter, namun dalam dokumen KCIC tercatat mencapai Rp1,2 juta per meter.
KPK memperkirakan kerugian negara akibat praktik ini mencapai Rp68 miliar, dan angka tersebut masih bisa bertambah seiring dengan perkembangan penyidikan.
Sejumlah aset milik para tersangka telah disita, termasuk uang tunai, kendaraan mewah, dan barang-barang bernilai tinggi lainnya sebagai bagian dari proses hukum.
Meski kasus ini mencuat, operasional Kereta Cepat Whoosh tetap berjalan karena dugaan korupsi terjadi pada fase awal pembangunan, bukan pada tahap operasional.
Manajemen PT KCIC menyatakan akan bekerja sama penuh dengan KPK dan melakukan audit internal untuk memastikan tidak ada pelanggaran lanjutan dalam proyek tersebut.
Publik menanti proses hukum yang transparan dan tegas agar proyek strategis seperti Whoosh tidak menjadi ladang korupsi bagi oknum yang tidak bertanggung jawab. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

