Repelita Bandung - Presiden Joko Widodo menyatakan dukungan terhadap partai Gajah atau PSI yang dipimpin oleh anaknya, Kaesang Pangarep.
Ia meminta para relawan untuk mendukung pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka pada pemilihan presiden mendatang.
Keinginan Jokowi ini menimbulkan keheranan karena Prabowo baru menjabat satu tahun dan hasil kerjanya belum terlihat jelas.
Pemerhati politik Syafril Sjofyan menilai langkah Jokowi untuk menjadikan Gibran sebagai pasangan tetap Prabowo tampak lebih sebagai gaya politik daripada strategi yang efektif.
Kinerja Gibran sebagai pejabat publik juga masih dipertanyakan, apalagi ia tengah dirundung isu tidak memiliki ijazah SMA atau SMK yang menjadi syarat pencalonan cawapres.
Para relawan Jokowi menyambut seruan ini dengan antusiasme tinggi, namun banyak di antara mereka sudah terpecah dan ditinggalkan pendirinya, kata Syafril Sjofyan.
Kelompok relawan seperti Rejo, Projo, dan JoMan tetap mengaku mendukung Prabowo, tetapi motivasinya lebih kepada mencari perlindungan kekuasaan atau jabatan komisaris di BUMN.
Presiden Prabowo berbeda dengan Jokowi karena tidak membentuk kelompok relawan dan lebih percaya pada mekanisme serta infrastruktur partai.
Sisa-sisa relawan Jokowi kini hanya mampu bersuara di media tanpa kualitas nyata, dan beberapa mengekspresikan dukungan secara teatrikal.
Sejumlah tokoh relawan Jokowi sebelumnya mengalami nasib buruk, termasuk pemecatan dari jabatan menteri atau terjerat kasus hukum, sehingga menimbulkan kehampaan organisasi.
Menteri-menteri dan komisaris BUMN yang dulu dekat dengan Jokowi kini memilih diam untuk mengamankan posisi dan penghasilan mereka.
Elit partai dalam koalisi pemerintahan Prabowo juga mulai berhenti memuji Jokowi, termasuk Ketua Umum Golkar, Bahlil Lahadahlia, yang posisinya mulai goyah.
Partai PSI, meski mendapatkan dukungan penuh Jokowi dan anaknya, pada Pileg 2019 hanya meraih 1,89% suara dan pada Pileg 2024 naik sedikit menjadi 2,8%.
Data tersebut menunjukkan bahwa pengaruh Jokowi dalam meningkatkan suara partai anaknya sangat terbatas, meski memanfaatkan seluruh fasilitas kekuasaan, menurut Syafril Sjofyan.
Analisis perolehan suara Pilpres menunjukkan adanya kelebihan suara bagi pasangan Prabowo-Gibran sebesar 11,7% dibandingkan total suara partai pendukungnya, sedangkan pasangan lain mengalami kehilangan suara.
Selama sidang perselisihan hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi, sejumlah hakim berbeda pendapat terkait dugaan mobilisasi aparatur dan politisasi bansos, yang memunculkan istilah Parcok atau Partai Coklat di masyarakat.
Prediksi untuk Pileg 2029 menunjukkan bahwa jika Jokowi kembali berkuasa, mekanisme serupa mungkin terjadi, sementara Prabowo diperkirakan akan menjaga prinsip sportif dan patriotik.
Jokowi kini menghadapi tekanan hukum dan publik akibat berbagai kebijakan dan langkah politik yang kontroversial, termasuk terkait anaknya dan proyek-proyek yang menimbulkan kerugian negara.
Kondisi tersebut memunculkan pertanyaan mengenai keberlanjutan pengaruh Jokowi serta efektivitas sisa relawannya dalam politik nasional, ungkap Syafril Sjofyan. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok
 


