Breaking Posts

10/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Pramono Anung Tegaskan Hanya Ingin Menjabat Satu Periode sebagai Gubernur DKI Jakarta

Sgy bersama Foke, Anies Baswedan dan Pramono Anung (Kolase)

Repelita Jakarta - Publik dikejutkan oleh pernyataan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo yang menegaskan dirinya hanya ingin menjabat satu periode dan tidak tertarik maju sebagai calon presiden pada Pemilu 2029.

Pernyataan tersebut langsung memicu beragam reaksi dari masyarakat maupun kalangan internal PDI Perjuangan.

Sikap politik Pramono dinilai berbeda dari tren umum para kepala daerah yang cenderung mengejar jabatan lebih tinggi.

Sebagai pengamat politik, saya mencoba menakar keuntungan dan kerugian dari pernyataan Pramono secara umum.

Analisis ini difokuskan pada aspek etika kepemimpinan dan persepsi publik, tanpa masuk ke dinamika politik partai.

Langkah Pramono menjadi menarik karena di tengah banyak pemimpin yang berambisi menjabat dua periode, ia justru memilih berhenti setelah satu masa jabatan.

Banyak kepala daerah saat ini menjadikan posisinya sebagai batu loncatan menuju panggung politik nasional.

Di saat banyak yang berlomba menuju Pilpres 2029, Pramono menunjukkan sikap berbeda.

Karena itu, menarik untuk menakar apa saja keuntungan dan potensi kerugian dari sikap tersebut.

Pertama, Pramono dinilai membawa pesan moral bahwa jabatan publik tidak semestinya digunakan untuk melanggengkan kekuasaan.

Ia menegaskan bahwa pengabdian memiliki batas waktu dan ruangnya sendiri.

Kedua, keputusan Pramono ingin pensiun setelah masa jabatannya berakhir pada tahun 2030 cukup rasional.

Ia telah mengabdi selama hampir 30 tahun, mulai dari DPR, jabatan menteri, hingga Gubernur DKI Jakarta.

Langkahnya menunjukkan keinginan untuk memberi ruang bagi generasi penerus.

Ketiga, pernyataan tersebut memperlihatkan etos kepemimpinan yang tulus dan bertanggung jawab.

Pramono ingin menyelesaikan tugasnya sebagai gubernur dengan penuh dedikasi, bukan menjadikannya batu loncatan untuk karier politik yang lebih tinggi.

Meski bernilai moral tinggi, sikap tersebut juga mengandung sejumlah konsekuensi.

Pertama, masyarakat Jakarta berpotensi kehilangan figur pemimpin yang jujur, tulus, dan bekerja demi pengabdian, bukan ambisi pribadi.

Kedua, secara nasional, Indonesia bisa kehilangan figur calon presiden alternatif yang memiliki karakter kepemimpinan kuat dan rendah hati seperti Pramono.

Di tengah minimnya tokoh negarawan, keputusan tersebut dapat mempersempit pilihan berkualitas di kancah politik nasional.

Ketiga, publik bisa kehilangan teladan etika politik.

Di saat banyak pejabat membangun citra demi jabatan lebih tinggi, sikap seperti Pramono sebenarnya patut dijadikan inspirasi dalam dunia kepemimpinan modern.

Pernyataan “tak tergiur nyapres” dan “hanya ingin menjabat satu periode” bukan sekadar sikap pribadi, melainkan pesan moral dalam politik.

Ia menegaskan pentingnya mengembalikan jabatan publik sebagai amanah pengabdian, bukan sekadar alat untuk mengejar kekuasaan.

Meski begitu, pernyataan tersebut juga memunculkan pertanyaan: apakah langkah ini murni keputusan pribadi, atau bagian dari strategi politik jangka panjang?

Jawaban atas hal itu masih menunggu waktu dan dinamika politik ke depan.

Secara umum, sikap Pramono Anung bisa dipandang sebagai langkah berani di tengah derasnya arus politik ambisius.

Di satu sisi, ia menanamkan nilai kejujuran dan integritas.

Di sisi lain, publik juga diingatkan bahwa kekuasaan tidak selalu harus diperpanjang untuk memberi makna.

Namun, dampak nyata dari pernyataan ini—baik bagi Pramono pribadi, PDI Perjuangan, maupun masyarakat Jakarta—masih akan terlihat dalam beberapa tahun ke depan.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

ads bottom

Copyright © 2023 - Repelita.id | All Right Reserved