Breaking Posts

10/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Pakar Hukum Soroti Dugaan Manipulasi Mantan Presiden Jokowi dalam Proses Pencalonan Wakil Presiden Gibran

 

Repelita Jakarta Selatan - Dorongan pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali mencuat menyusul polemik latar belakang pendidikannya.

Pakar Digital Forensik, Rismon Sianipar, menilai penting bagi pemerintah membuka kejelasan proses penyetaraan ijazah luar negeri agar tidak menimbulkan polemik berkepanjangan.

Menurut Rismon, data pendidikan Gibran yang beredar menunjukkan hanya ada dua laporan nilai dari Orchid Park Secondary School pada kelas 10 dan 11, serta kursus di UTS Insearch Sydney.

Ia mempertanyakan dasar penyetaraan tersebut dengan jenjang pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan.

Rismon meminta Kemendikdasmen memberikan klarifikasi resmi mengenai surat penyetaraan yang diterbitkan Agustus 2019 sebagai bentuk tanggung jawab publik dan transparansi lembaga negara.

Ia juga menyinggung aspek konstitusional terkait posisi wakil presiden yang harus memenuhi syarat administratif, termasuk kepemilikan ijazah SMA atau sederajat.

Rismon menilai jika benar seorang pejabat tidak memiliki ijazah SMA sebagai syarat pencalonan, hal itu patut menjadi perhatian serius lembaga berwenang.

"Hak memakzulkan Gibran dijamin konstitusi sesuai pasal 7 UUD 1945," tegas Rismon dikutip Kamis (16/10).

Wacana pemakzulan putra sulung Presiden Joko Widodo bukan kali ini saja muncul.

Sebelumnya upaya Forum Purnawirawan TNI menyoroti proses pencalonannya dalam Pilpres 2024 menguap tanpa kejelasan.

Kala itu Forum Purnawirawan TNI menyebut keterpilihan Gibran sebagai buah konsensus politik yang dipaksakan dan bertentangan dengan prinsip demokrasi dan keadilan elektoral.

Pakar hukum tata negara dari Fakultas Hukum UGM, Dr. Yance Arizona, menjelaskan secara konstitusional mekanisme pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden diatur tegas dalam Pasal 7A UUD 1945.

Pasal tersebut menyatakan pemakzulan hanya dimungkinkan jika yang bersangkutan terbukti melakukan pelanggaran hukum, termasuk pengkhianatan terhadap negara, tindak pidana korupsi, penyuapan, kejahatan berat lainnya, perbuatan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Ketentuan ini menunjukkan prosedur pemakzulan tidak dapat ditempuh sewenang-wenang, melainkan harus melalui pembuktian hukum yang kuat dan berlandaskan konstitusi.

Dalam konteks kasus Wakil Presiden Gibran, muncul pertanyaan apakah dugaan pelanggaran etik atau manipulasi dalam proses pencalonannya dapat dikategorikan sebagai pelanggaran berat atau perbuatan tercela sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A.

Yance menyampaikan secara teoretis hal itu bisa dikaitkan ke dalam impeachment clauses jika terbukti ada intervensi kekuasaan dalam proses pencalonan.

Aspek ini membutuhkan penyelidikan hukum cermat untuk membuktikan adanya pelanggaran yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan tercela atau penghilangan syarat konstitusional.

"Kalau memang Gibran atau orang tuanya, mantan Presiden Jokowi, terlibat dalam manipulasi proses persidangan MK atau di KPU, itu bisa dijadikan dasar melihat ada manipulasi yang sudah terjadi dan sebenarnya Gibran tidak memenuhi syarat sebagai calon Wakil Presiden," papar Yance. (*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

ads bottom

Copyright © 2023 - Repelita.id | All Right Reserved