
Repelita Washington DC - Dana Moneter Internasional (IMF) menyampaikan peringatan bahwa ketahanan ekonomi Asia akan menghadapi tekanan jika kebijakan tarif Amerika Serikat dikombinasikan dengan penguatan dolar dan kenaikan suku bunga jangka panjang.
Krishna Srinivasan, Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF, menyampaikan bahwa kondisi keuangan yang saat ini mendukung bisa berubah drastis apabila tren suku bunga kembali naik.
Jika suku bunga mulai naik, terutama suku bunga jangka panjang, hal itu dapat berdampak signifikan terhadap Asia, di mana biaya pembayaran utang sebagai bagian dari pendapatan cukup tinggi. Itu menjadi masalah.
Srinivasan menjelaskan bahwa penurunan suku bunga oleh Federal Reserve AS dapat membuka ruang bagi bank sentral di Asia untuk melonggarkan kebijakan moneter tanpa khawatir akan risiko arus keluar modal.
Suku bunga rendah dan penurunan imbal hasil jangka panjang akan membantu pemerintah dan perusahaan Asia meminjam dana murah dan mengatasi dampak tarif AS yang lebih tinggi.
Namun, ia menegaskan bahwa kondisi tersebut tidak bersifat permanen dan dapat berubah sewaktu-waktu.
Kondisi keuangan sangat mendukung, tetapi bisa saja berubah. Itu merupakan risiko besar bagi Asia.
Dalam laporan World Economic Outlook (WEO) edisi Oktober, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi Asia akan mencapai 4,5% pada tahun 2025, sedikit melambat dari 4,6% tahun sebelumnya, namun meningkat 0,6 poin persentase dibandingkan proyeksi April.
Peningkatan ekspor, terutama menjelang kenaikan tarif AS, menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan tersebut.
Meski demikian, IMF memperingatkan bahwa risiko pertumbuhan cenderung menurun dan memproyeksikan perlambatan menjadi 4,1% pada tahun 2026.
IMF juga menilai bahwa pelonggaran moneter tambahan mungkin diperlukan di sejumlah negara untuk mengembalikan inflasi ke target dan menjaga ekspektasi inflasi tetap stabil.
Inflasi di Asia dinilai lebih moderat dibandingkan kawasan lain, meskipun tekanan harga akibat lonjakan permintaan pascapandemi dan konflik Rusia-Ukraina tetap terasa.
Hal ini menunjukkan bagaimana bank sentral Asia mampu mengendalikan ekspektasi inflasi dan menurunkan inflasi berkat kepercayaan publik bahwa mereka independen dari campur tangan pemerintah.
Penting bagi bank sentral untuk memiliki independensi agar dapat mencapai tujuan mereka, terutama stabilitas harga.
Namun, Srinivasan mengingatkan bahwa independensi bank sentral harus diimbangi dengan akuntabilitas publik.
Penting juga bagi mereka untuk tidak dibebani dengan banyak mandat. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

