Repelita Pekalongan - Dwi Purwanto, seorang wiraswasta asal Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, mengalami kerugian hingga Rp2,6 miliar setelah menjadi korban dugaan penipuan terkait penerimaan anaknya ke Akademi Kepolisian melalui jalur khusus kuota Kapolri.
Kasus ini melibatkan empat orang, dua di antaranya diduga anggota aktif Polres Pekalongan.
Dwi mengaku uang tersebut adalah hasil kerja kerasnya dan diberikan karena percaya agar anaknya bisa menjadi perwira polisi.
Kasus berawal pada 9 Desember 2024 ketika Dwi menerima pesan WhatsApp dari Aipda Fachrurohim, anggota Polsek Paninggaran, Polres Pekalongan, yang menawarkan bantuan agar anak Dwi diterima di Akpol melalui jalur khusus.
Fachrurohim menyebut ada kuota khusus yang dapat diakses dengan membayar Rp3,5 miliar, separuh sebagai tanda jadi dan sisanya setelah pantukhir pusat.
Awalnya Dwi menolak, tetapi bujukan terus berdatangan.
Beberapa hari kemudian, Fachrurohim mendatangi rumah Dwi bersama Bripka Alexander Undi Karisma, anggota Polsek Doro, yang mengaku mantan anggota Densus sekaligus adik leting Fachrurohim.
Keduanya meyakinkan Dwi bahwa mereka memiliki akses ke seorang purnawirawan jenderal bernama Babe yang bisa meloloskan calon taruna.
Mereka juga menyebut ada sosok bernama Agung, yang disebut sebagai adik Kapolri, pengatur kuota khusus tersebut.
Dwi menuturkan sebelumnya ada satu kuota kosong karena calon sebelumnya batal mendaftar karena memilih jalur tentara.
Untuk menunjukkan keseriusan, Dwi diminta menyerahkan uang muka Rp500 juta tunai pada 21 Desember 2024 di sebuah kafe di Semarang, yang diterima langsung oleh Fachrurohim dan Alexander.
Beberapa pekan kemudian, pada 8 Januari 2025, keduanya kembali meminta Rp1,5 miliar dengan alasan penutupan administrasi di Jakarta.
Dwi sampai harus meminjam uang dari saudara yang baru menjual dua mobil untuk memenuhi permintaan tersebut.
Uang tersebut diserahkan langsung kepada Alexander di rumah Dwi.
Selanjutnya, Dwi dipertemukan dengan dua orang baru, Agung dan Joko, yang diperkenalkan sebagai penghubung ke Babe.
Dwi melakukan empat kali transfer ke rekening Joko dengan total Rp650 juta.
Anak Dwi sempat dibawa ke Jakarta dengan alasan mengikuti pelatihan dan karantina sebelum seleksi lanjutan.
Namun harapan pupus setelah pengumuman seleksi tahap pertama, karena anak Dwi dinyatakan gagal dalam pemeriksaan kesehatan atau rikes.
Dwi menagih janji pengembalian uang, tetapi para pelaku saling melempar tanggung jawab dan hingga kini tidak ada kabar.
Merasa ditipu, Dwi melapor ke Polda Jawa Tengah pada Agustus 2025 dengan mencantumkan empat nama pelaku: Aipda Fachrurohim, Bripka Alexander Undi Karisma, Agung, dan Joko.
Penyidik telah menaikkan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan, dan Dwi telah dimintai keterangan serta menyerahkan semua bukti transfer, percakapan WhatsApp, dan kronologi kejadian.
Kasus ini menambah daftar dugaan praktik jual-beli kursi rekrutmen Akpol, yang secara tegas dilarang Polri.
Dwi berharap uangnya bisa dikembalikan dan para pelaku mendapat hukuman setimpal.
Saya percaya karena sudah kenal Rohim sejak 2011, kata Dwi. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok