Repelita Jakarta - Pernyataan mantan Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina tahun 2014, Hanung Budya Yuktyanta, yang mengaku mendapat tekanan dari pihak Mohamad Riza Chalid terkait penandatanganan perjanjian terminal bahan bakar minyak, memicu beragam tanggapan publik.
Keterangan tersebut terungkap saat Jaksa Penuntut Umum membacakan berita acara pemeriksaan Hanung dalam sidang kasus tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Persero di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Senin 20 Oktober 2025.
Hanung hadir sebagai saksi dalam perkara yang menjerat Muhammad Kerry Adrianto Riza, pemilik manfaat dari PT Navigator Khatulistiwa, yang didakwa terlibat dalam pengelolaan minyak mentah secara tidak sah.
Menanggapi pengakuan Hanung, aktivis sosial Muhammad Said Didu menyampaikan reaksinya melalui akun X @msaid_didu pada 21 Oktober 2025.
“Hahaha izinkan saya ketawa,” tulis Said Didu, yang mengaku terkejut karena mengetahui bahwa Hanung dan Riza Chalid merupakan teman lama.
“Bukannya teman lama?,” lanjutnya dalam unggahan yang sama.
Sebelumnya, Riza Chalid telah dinyatakan sebagai individu tanpa kewarganegaraan setelah kedua paspornya dicabut oleh Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.
Informasi tersebut juga telah dikonfirmasi oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, yang menyebut status buronan itu telah resmi ditetapkan.
Pencabutan paspor dilakukan bersamaan dengan pencekalan yang diberlakukan oleh Kejaksaan Agung sejak 10 Juli 2025, dengan tujuan agar Riza tidak dapat meninggalkan negara tempat persembunyiannya.
Riza Chalid sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Persero untuk periode 2018 hingga 2023.
Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto, menyatakan bahwa pencabutan paspor dilakukan agar buronan tidak memiliki akses untuk bepergian ke luar negeri.
“Dicabut biar enggak ke mana-mana, kalau dipakai nanti pasti akan diinfo ke kita,” ujar Agus dalam keterangannya.
Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya penegakan hukum terhadap pelaku korupsi yang telah lama menghindari proses peradilan di Indonesia.
Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan tokoh-tokoh penting dalam sektor energi nasional dan membuka kembali perdebatan mengenai transparansi pengelolaan sumber daya negara.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

