Repelita Jakarta - Badan Gizi Nasional (BGN) mengembalikan dana anggaran Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebesar Rp70 triliun kepada Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto.
Pengembalian tersebut dilakukan karena dana tersebut diperkirakan tidak akan terserap pada tahun ini.
Tahun ini, BGN menerima alokasi anggaran sebesar Rp71 triliun ditambah dana standby sebesar Rp100 triliun.
Dari total tersebut, Rp99 triliun berhasil terserap, sementara Rp70 triliun dikembalikan kepada Presiden karena kemungkinan tidak terserap di tahun ini, ujar Kepala BGN Dadan Hindayana dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, 14 Oktober 2025.
Dadan menjelaskan bahwa pelaksanaan program MBG bertumpu pada tiga kunci utama, yaitu anggaran, sumber daya manusia (SDM), dan infrastruktur.
Ketiga elemen tersebut menjadi fondasi penting dalam memastikan program MBG berjalan efektif, merata, dan berkelanjutan.
Dalam hal anggaran, pemerintah melalui BGN telah menyiapkan dukungan dana dalam jumlah besar untuk menjangkau seluruh penerima manfaat.
Untuk tahun depan, dukungan pemerintah meningkat signifikan dengan alokasi Rp268 triliun, menjadikan BGN sebagai lembaga dengan anggaran terbesar di kabinet.
Selain itu, pemerintah juga menyiapkan dana cadangan sebesar Rp67 triliun, sehingga total dukungan dalam APBN mencapai Rp335 triliun guna mendukung pelaksanaan Program MBG tahun 2026.
Dengan jumlah penerima manfaat sebanyak 82,9 juta orang, setiap hari kita akan menyalurkan dana sekitar Rp1,2 triliun. Bagi kementerian lain, angka itu mungkin setara dengan anggaran satu tahun penuh, tetapi bagi kami di Badan Gizi Nasional, itu adalah kebutuhan satu hari, ujar Dadan.
Kunci kedua adalah SDM, di mana pemerintah memastikan bahwa pelaksana program MBG merupakan tenaga terlatih lulusan perguruan tinggi.
Mereka adalah Sarjana Penggerak Pemuda Indonesia (SPPI) yang kini memimpin Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di seluruh Indonesia.
Sesuai arahan Presiden, setiap SPPG wajib dipimpin oleh seorang SPPI sebagai Kepala SPPG (KSPPG).
SPPI identik dengan SPPG, tidak ada satupun Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang tidak dipimpin oleh SPPI sebagai kepala SPPG, tegas Dadan.
Kunci ketiga adalah infrastruktur, khususnya pembangunan gedung-gedung SPPG yang semula direncanakan dibiayai sepenuhnya dari APBN.
Namun, karena keterbatasan waktu dan proses pelaksanaan, pemerintah membuka kemitraan sebagai langkah strategis.
Saya ingin menyampaikan terima kasih kepada seluruh mitra yang telah ikut serta membangun SPPG di berbagai daerah. Anda semua adalah pejuang merah putih yang mempercepat keberhasilan program ini, kata Dadan.
Pemerintah mencatat bahwa untuk membangun 30.000 unit SPPG dibutuhkan dana sekitar Rp60 triliun.
Meski dana tersedia, proses pembangunan melalui mekanisme tender pemerintah kerap mengalami kendala.
Dari Rp6 triliun yang dialokasikan untuk membangun 1.542 SPPG tahun ini, hingga Agustus belum satu pun yang terealisasi lewat skema tersebut.
Sebaliknya, berkat partisipasi aktif mitra, kini telah berdiri 11.504 SPPG aktif di seluruh Indonesia, seluruhnya hasil kolaborasi mitra.
Kehadiran anda adalah kontribusi terbesar dalam program ini. Ini adalah program pertama di Indonesia dan di dunia di mana mitra menjadi partner Badan Gizi Nasional yang telah menyukseskan program ini dengan cepat, lanjut Dadan.
Saat ini, terdapat 30.000 mitra yang tergabung dalam portal BGN dan harus melalui proses seleksi.
Sebanyak 11.504 mitra telah lolos verifikasi, sementara sisanya masih dalam tahap verifikasi.
BGN menargetkan hingga akhir tahun ini akan terverifikasi 25.400 mitra di daerah algomirasi dan 6.000 SPPG di daerah terpencil.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

