Repelita Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menyoroti keputusan pendakwah Khalid Zeed Abdullah Basalamah yang memilih berangkat haji tahun 2024 dengan menggunakan kuota haji khusus, meskipun dirinya telah mendaftar dan membayar jalur furoda.
Ustad yang lebih dikenal sebagai Khalid Basalamah itu tercatat sudah dua kali menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi kuota haji di Kementerian Agama.
Khalid diketahui memiliki biro perjalanan haji PT Zahra Oto Mandiri atau Uhud Tour.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu pada Rabu, 10 September 2025, menyatakan bahwa alasan Khalid mengganti jalur keberangkatan lebih tepat ditanyakan langsung kepadanya.
Menurut Asep, informasi yang diterima penyidik KPK menyebutkan bahwa pada tahun tersebut tidak tersedia haji furoda, melainkan hanya haji khusus.
Kuota itu merupakan hasil pembagian dari tambahan 20.000 kursi yang diberikan Pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia.
Sebanyak 10.000 dialokasikan untuk haji reguler, sedangkan 10.000 lainnya untuk haji khusus.
Jumlah haji khusus menjadi membengkak karena seharusnya hanya 1.600 atau delapan persen dari total tambahan kuota.
Ketika diperiksa di KPK pada Selasa, 9 September 2025, Khalid mengaku dirinya awalnya merupakan jamaah haji furoda yang sudah melunasi biaya perjalanan.
Namun, ia kemudian mendapatkan tawaran dari Ibnu Mas’ud, pemilik PT Muhibbah Mulia Wisata asal Pekanbaru.
Ibnu Mas’ud disebut memberikan visa haji khusus melalui travel miliknya sehingga Khalid akhirnya ikut menggunakan fasilitas tersebut.
KPK sebelumnya telah memulai penyidikan perkara dugaan korupsi terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023-2024 pada 9 Agustus 2025.
Langkah ini diumumkan setelah KPK meminta keterangan dari mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dua hari sebelumnya.
KPK juga menyebut tengah berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan untuk menghitung potensi kerugian negara.
Pada 11 Agustus 2025, lembaga antirasuah itu menyatakan kerugian awal negara dalam perkara kuota haji mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Selain itu, KPK juga mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut.
Kasus ini tidak hanya ditangani KPK, tetapi juga menjadi perhatian Panitia Khusus Angket Haji DPR RI.
Pansus menyebut telah menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan haji 2024.
Salah satu sorotan utama adalah pembagian kuota tambahan 20.000 jamaah yang dilakukan dengan skema setengah untuk reguler dan setengah untuk khusus.
Keputusan itu bertentangan dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Dalam aturan tersebut ditegaskan bahwa kuota haji khusus hanya berhak atas delapan persen, sedangkan sisanya untuk kuota reguler.
Dengan demikian, pembagian yang dilakukan Kementerian Agama dianggap menyimpang dari ketentuan hukum yang berlaku.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok