Repelita Jakarta - Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, Pujiono Suwadi, mengungkapkan bahwa proses penanganan kasus korupsi impor gula yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, menghadapi banyak tantangan.
Hal tersebut disampaikan Pujiono dalam program Rakyat Bersuara di kanal YouTube iNews Official yang tayang pada Selasa, 22 Juli 2025, dan diunggah ulang melalui akun X pada Kamis, 24 Juli 2025.
Pujiono menjelaskan bahwa hambatan yang muncul cukup beragam, sehingga proses pengusutan kasus ini harus dijalankan dengan perhitungan yang matang.
“Kasus Tom Lembong ini bariernya banyak. Hambatannya banyak. Ketika kita usut, harapan kita sama. Ketika diusut, ini akan clear tidak ada kriminalisasi, tidak ada politisasi dan segala macam,” kata Pujiono.
Ia menyebut, pihaknya juga mempertimbangkan risiko politik yang muncul selama proses pengusutan berlangsung.
Menurut Pujiono, semakin jauh perkara diusut, risiko politik yang dihadapi juga semakin besar.
“Tapi ketika diusut semuanya, risiko ini kemudian yang dihitung oleh kejaksaan makin besar,” ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, Pujiono juga menegaskan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam perkara ini sebagian besar merupakan figur politik yang memiliki basis pendukung.
“Semuanya itu kan tokoh politik. Punya pendukung,” ujar Pujiono.
Saat ditanya lebih lanjut, Pujiono menegaskan bahwa risiko tetap ada meski semuanya akan diurutkan sesuai dengan langkah penyidikan.
“Risikonya ada. Tapi dalam kemudian hitungan itu, yang harus diambil. Karena pertama melakukan,” tambahnya.
“Makanya diurutkan. Itu bagian dari strategi penyidikan. Strategi penyidikan itu dilakukan,” kata dia.
Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara kepada Tom Lembong.
Tom dinilai bersalah terlibat kasus korupsi impor gula yang mengakibatkan kerugian negara hingga Rp578 miliar.
"Menyatakan terdakwa Thomas Trikasih Lembong telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam dakwaan primer," kata Ketua Majelis Hakim, Dennie Arsan Fatrika, saat membacakan vonis.
Selain hukuman penjara, Tom juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp750 juta dan bila tidak dibayar akan diganti dengan kurungan enam bulan.
"Pidana denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan," bunyi putusan majelis hakim.
Dalam putusannya, hakim menimbang sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan.
Faktor yang memberatkan ialah Tom dinilai lebih mendahulukan kepentingan ekonomi kapitalis dibandingkan menjalankan prinsip ekonomi demokrasi.
Adapun yang meringankan, Tom belum pernah dihukum, bersikap kooperatif, sopan selama persidangan, tidak menikmati hasil korupsi, serta sudah menitipkan uang selama penyidikan.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok