Breaking Posts

10/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Kenapa Presiden Donald Trump Menuduh Obama sebagai Pengkhianat?

foto

Repelita Washington - Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menghadapi kritik tajam dari sebagian pendukung gerakan Make America Great Again atau MAGA terkait caranya menangani berkas-berkas rahasia milik Jeffrey Epstein.

Sebelumnya, Trump pernah berjanji saat kampanye 2024 bahwa ia akan membuka semua nama yang terkait dalam lingkaran gelap Epstein.

Janji itu memicu harapan besar di kalangan basis pendukungnya, terutama mereka yang sudah lama curiga ada skandal yang ditutupi elite politik Amerika.

Namun, ketika Trump kembali menduduki Gedung Putih, janji itu seolah lenyap begitu saja.

Para pendukung garis kerasnya mulai gelisah karena dokumen yang diyakini berisi detail operasi Epstein justru diblokir dengan alasan melindungi data sensitif para korban.

Penjelasan dari Departemen Kehakiman tersebut dianggap tidak memuaskan oleh publik yang menuntut keterbukaan.

Gelombang kekecewaan itu memuncak setelah beberapa tokoh MAGA mendesak pengungkapan penuh, namun tak juga mendapatkan jawaban pasti dari Trump.

Di tengah tekanan, pemerintahan Trump justru memunculkan isu baru yang mengalihkan perhatian publik.

Tulsi Gabbard yang kini menjabat Direktur Intelijen Nasional, muncul dengan laporan yang menuduh pemerintahan Barack Obama pernah memalsukan bukti untuk membangun narasi “Russiagate”.

Laporan ini diklaim sudah diserahkan ke FBI meski belum memuat rincian kesimpulan hukum.

Langkah itu langsung diikuti Trump yang mendadak menyerang Obama, Joe Biden, Hillary Clinton, hingga mantan pejabat intelijen Amerika lainnya.

Trump menuduh mereka terlibat konspirasi pemilu sejak 2016 hingga 2020.

Trump bahkan menyebut Obama sebagai pemimpin jaringan politik bawah tanah atau “Deep State” yang sengaja memalsukan bukti untuk menjatuhkannya.

Media konservatif seperti Fox News kemudian memperkuat narasi ini dengan mengalihkan fokus pemberitaan dari kasus Epstein ke dugaan “pengkhianatan” Obama.

Untuk kalangan pendukung Trump, strategi ini dianggap sebagai cara untuk menggiring opini bahwa Trump korban konspirasi besar.

Namun di sisi lain, manuver ini membuat Trump kembali disorot karena janji pengungkapan daftar Epstein tak kunjung terealisasi.

Gabbard dalam pernyataannya juga menyebut bahwa laporan tersebut membuka fakta soal campur tangan Rusia di pemilu 2016.

Namun, yang diperdebatkan adalah dugaan bahwa intelijen Amerika menutup-nutupi detail sebenarnya demi mendongkrak Hillary Clinton.

Di bagian lain, Kremlin melalui juru bicara Dmitry Peskov lagi-lagi membantah keterlibatan Moskow dalam operasi memengaruhi suara pemilih Amerika.

Sementara itu, Barack Obama lewat juru bicaranya, Patrick Rodenbush, menyebut tudingan Trump sebagai upaya pengalihan isu yang tidak berdasar.

Rodenbush mengatakan pihak Obama tetap menghormati jabatan presiden meskipun tuduhan yang diarahkan bersifat spekulatif.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov juga menegaskan tidak pernah ada bukti sahih yang bisa membuktikan Rusia berada di balik peretasan atau manipulasi suara.

Sejumlah pakar hukum menilai langkah Trump membangkitkan kembali teori konspirasi ini bisa memperkeruh suasana politik Amerika Serikat.

Apalagi, status mantan presiden memberikan perlindungan hukum yang cukup kuat dari dakwaan pengkhianatan seperti yang dituduhkan Trump.

Sementara itu, Gabbard menyatakan bahwa laporan lanjutan akan segera dirilis untuk mendukung tudingan bahwa ada operasi intelijen bermotif politik pada era Obama.

Hingga kini, publik Amerika masih menunggu apakah janji membuka seluruh berkas Epstein benar-benar akan dituntaskan atau tetap terkubur di balik hiruk-pikuk isu baru.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

ads bottom

Copyright © 2023 - Repelita.id | All Right Reserved