Repelita Samarinda - Suara protes publik terkait praktik kekuasaan yang dianggap tertutup kembali mencuat di Kalimantan Timur seiring aksi unjuk rasa puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Anti Korupsi Kaltim di depan Kantor Gubernur Kaltim pada Jumat 25 Juli 2025.
Mereka membawa isu utama soal figur berinisial H yang disebut-sebut sebagai aktor di balik layar pengambilan kebijakan di lingkup Pemprov Kaltim meski tidak memiliki posisi resmi di pemerintahan.
Koordinator aksi Faisal Hidayat menegaskan inisial H menjadi simbol bagaimana jalannya pemerintahan bisa diarahkan oleh kekuatan non-formal yang justru tidak bisa disentuh secara hukum padahal memiliki pengaruh besar terhadap keputusan daerah.
H bukan sekadar inisial tapi simbol bagaimana kekuasaan bisa menjelma dalam bentuk yang tak berbadan hukum tapi justru mengendalikan hukum kata Faisal dalam orasinya pada Minggu 27 Juli 2025.
Selain H, para mahasiswa juga menyoroti inisial lain yaitu BR yang dianggap sebagai operator di lapangan yang mengatur jaringan kekuasaan tidak resmi untuk kepentingan pihak tertentu di lingkaran pemerintah daerah.
Aksi ini juga menekan penegak hukum terutama Kejaksaan Tinggi Kaltim agar membuka penyelidikan secara serius terkait dugaan praktik kekuasaan gelap tersebut demi menjaga akuntabilitas pemerintahan di Benua Etam.
Dalam tuntutan mereka mahasiswa menyeret pula sederet kasus yang dinilai sarat penyimpangan mulai dari renovasi Gedung DPRD Kaltim seleksi jabatan Direktur Utama BUMD hingga penggelapan pajak PT Barokah Karya Energi yang ditaksir menimbulkan kerugian negara mencapai Rp 1 triliun.
Tak hanya itu mahasiswa juga menyoroti nama-nama pejabat yang ditengarai memiliki hubungan dengan Rafael Alun Trisambodo yang sudah divonis dalam kasus pajak sebagai pengingat bahwa integritas fiskal daerah perlu dikawal ketat.
Merespons aksi mahasiswa Kepala Bagian Pemerintahan Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Kaltim Imanudin menyatakan pihaknya siap menampung dan meneruskan aspirasi mahasiswa kepada pimpinan daerah sambil berkomitmen pada transparansi.
Kami tetap komit pada prinsip transparansi dan pemberantasan KKN. Semua aspirasi yang masuk akan kami telaah ujarnya.
Meski demikian Imanudin memilih enggan berkomentar saat ditanya lebih jauh mengenai figur H yang disebut mahasiswa sebagai tokoh bayangan di balik kebijakan strategis Pemprov Kaltim.
Terkait dugaan itu tentu akan kami teruskan ke pihak berwenang pungkasnya.
Di sisi lain muncul pula gelombang kritik terhadap ajudan Gubernur Kaltim Senja Fithrani Borgin yang menjadi sasaran amarah warganet imbas kasus tandai wartawan yang viral sejak Senin 21 Juli 2025.
Meskipun Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud sudah sempat meminta maaf secara terbuka namun warganet tetap menuntut agar ajudan bersangkutan tampil menjelaskan langsung ke publik.
Seharusnya yang klarifikasi ini ajudan atau asprinya begitu istimewanya dimana-mana yang melindungi harusnya aspri ini malah gubernurnya tulis akun TikTok @Ateefa pada Kamis 24 Juli 2025.
Masa asprinya yang salah Gubernur yang malahan minta maaf haduh pak komentar akun @story.
Yang salah Aspri yang minta maaf atasan Ini yang atasan siapa sebenarnya kocak-kocak timpal akun @NorMbeles.
Loh loh… ada apa ini? Malah gubernurnya yang minta maaf bukan ajudan/asistennya tulis akun @Milian.
Belum munculnya klarifikasi resmi dari ajudan membuat banyak pihak meragukan keseriusan birokrasi dalam menjamin akuntabilitas perilaku pejabat dan staf di lingkup pemerintahan provinsi.
Pengamat hukum Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah atau Castro ikut angkat suara dan menilai tindakan staf gubernur tersebut sebagai bentuk penghalangan kerja jurnalistik yang tidak bisa dibenarkan dalam negara demokrasi.
Kita bisa lihat dari video yang beredar ada tindakan aktif membatasi dan menghalangi jurnalis. Itu sangat keliru. Baik staf maupun gubernur perlu belajar lagi cara kerja jurnalistik kata Castro pada Rabu 23 Juli 2025.
Castro menilai frasa tandai dalam video menjadi indikasi tekanan pada kebebasan pers dan dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran bila bertujuan membungkam jurnalis.
Istilah tandai itu menunjukkan ada upaya menekan. Dan itu bisa dikategorikan sebagai bentuk kejahatan jika dimaksudkan untuk membungkam kebebasan pers tegasnya.
Ia menambahkan bahwa jika gubernur membiarkan perilaku stafnya tanpa koreksi maka hal itu sama saja dengan bentuk pembiaran atas praktik yang berpotensi membungkam ruang kritik publik.
Kalau gubernur tidak menegur asistennya itu sama saja dengan tidak memahami bagaimana menjamin kebebasan pers.
Saya siap mengajar kuliah hukum pers gratis kalau perlu ujarnya dengan nada satir.
Kisruh ini membuka perdebatan luas mengenai pentingnya tanggung jawab moral staf pejabat publik dan penegakan etika komunikasi pemerintahan di era keterbukaan informasi.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok