Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Jokowi Dipercaya Pilih Hari Keramat Saat Lapor ke Polda, Roy Suryo Singgung Upaya Kriminalisasi di Hari Keterbukaan Informasi

Repelita Jakarta - Langkah hukum Jokowi atas tudingan ijazah palsu menuai sorotan baru.

Rocky Gerung menyebut, tindakan Jokowi justru bisa menjadi bumerang.

Menurut Rocky, pelaporan terhadap lima tokoh yang kerap mempertanyakan keabsahan ijazah Jokowi bisa dikategorikan sebagai bentuk kegaduhan yang disengaja.

Ia menilai, langkah tersebut memperpanjang polemik dan bukan menyelesaikannya.

"Kalau ukurannya adalah menimbulkan kehebohan di publik, maka justru Presiden itu sendiri yang bisa dilaporkan balik karena membuat kegaduhan," ujar Rocky Gerung.

Ia menyampaikan itu merespons pelaporan Jokowi atas lima tokoh, termasuk Roy Suryo dan dr. Tifauzia.

Rocky mengkritik keputusan Jokowi yang melapor ke Polda Metro Jaya pada 30 April 2025.

Menurutnya, pelaporan itu justru menguatkan anggapan bahwa ada sesuatu yang belum selesai dari kasus ini.

Rocky juga menyentil soal pemilihan hari pelaporan.

Menurutnya, pemilihan hari Rabu Pahing oleh Jokowi bukan kebetulan semata.

Hal ini turut dikomentari Roy Suryo yang menyebut bahwa Jokowi memang sangat mempercayai hari-hari tertentu untuk mengambil keputusan besar.


Roy bahkan merinci sembilan kali reshuffle kabinet selama dua periode kekuasaan Jokowi yang semuanya terjadi di hari Rabu, khususnya pasaran Pon.

“Ini sudah jadi pola.

Termasuk saat melapor soal ijazah, tetap pilih hari Rabu.

Artinya ada unsur simbolik atau mistik yang jadi pertimbangan,” kata Roy Suryo.

Lebih lanjut, Roy menyayangkan bahwa pelaporan dilakukan bertepatan dengan Hari Keterbukaan Informasi Nasional.

Menurutnya, ini sangat bertolak belakang dengan semangat UU No.14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Roy juga menyoroti sikap Universitas Gadjah Mada yang tidak pernah benar-benar membuka dokumen akademik Jokowi.

Padahal, menurutnya, skripsi dan ijazah bukan termasuk dokumen yang dikecualikan dalam UU KIP.

“Mereka selalu mengklaim punya 34 dokumen pendukung, tapi tidak satu pun yang ditunjukkan ke publik,” tegas Roy.

Ia menyebut pernyataan UGM selama ini hanya bersifat naratif tanpa bukti konkret.

Kritik juga datang dari mantan Menkumham Prof Hamid Awaludin.
Dalam acara televisi, ia menyebut ada indikasi playing victim dalam kasus ini.

Menurut Hamid, langkah hukum Jokowi baru dilakukan ketika tekanan publik memuncak.

Ia menduga, langkah ini justru memperlihatkan kepanikan.

Roy juga menyinggung viralnya video animasi AI berjudul “Junius Wedus” yang mengkritik situasi politik saat ini.

Video itu menggambarkan upaya memecah belah opini publik melalui narasi fiktif namun relevan dengan realita.

Roy menyimpulkan bahwa pelaporan balik kepada para pengkritik justru memperbesar kecurigaan publik.

Ia menyebut tindakan ini sebagai bentuk kriminalisasi terhadap mereka yang memperjuangkan keterbukaan informasi.

Oleh karena itu, kata Roy, wajar jika masyarakat menyuarakan tagar

AdiliJokowi dan #MakzulkanFufufafa dalam forum-forum publik.
Ia menyebut suara publik tidak bisa dibungkam.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

ads bottom

Copyright © 2023 - Repelita.id | All Right Reserved