Repelita, Yogyakarta - Ribuan buruh dan elemen masyarakat Yogyakarta turun ke jalan dalam peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) 2025.
Aksi ini menyoroti isu penggusuran Parkiran Abu Bakar Ali (ABA) dan penataan Stasiun Lempuyangan yang dianggap mengancam ruang hidup rakyat kecil.
Massa aksi mulai berkumpul di kawasan Tugu Yogyakarta sejak pukul 08.00 WIB.
Mereka kemudian melakukan long march melewati kawasan parkir ABA, Gedung DPRD DIY, dan berakhir di Titik Nol Kilometer.
Sepanjang rute, peserta aksi membawa spanduk, menyampaikan orasi, dan menampilkan pertunjukan seni.
Aksi budaya yang digelar menjadi simbol perlawanan terhadap penggusuran melalui seni, musik, dan teatrikal jalanan.
Di lokasi parkir ABA, massa membacakan Deklarasi Rakyat Jogja Anti Penggusuran.
Isi deklarasi tersebut menolak segala bentuk penggusuran, perampasan tanah, dan komersialisasi ruang hidup yang mengorbankan rakyat kecil.
Irsyad Ade Irawan selaku Koordinator Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY menyebut bahwa pembangunan seharusnya tidak meminggirkan warga.
Menurutnya, rakyat berhak atas tempat tinggal dan ruang hidup yang aman, tidak terancam gusur.
Aksi ini juga menyuarakan enam tuntutan utama yang mereka sebut sebagai agenda bersama rakyat pekerja.
Pertama, merevisi UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 agar sesuai mandat Mahkamah Konstitusi.
Kedua, mencabut UU Cipta Kerja beserta seluruh aturan turunannya.
Ketiga, menghapus sistem outsourcing.
Keempat, membentuk Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK).
Kelima, mendesak pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).
Keenam, menuntut pengesahan RUU Perampasan Aset sebagai instrumen pemberantasan korupsi.
Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) DIY, Kirnadi, mengatakan bahwa buruh lahir dari solidaritas dan harus membela siapa pun yang ruang hidupnya terancam.
Ia menegaskan bahwa hak-hak buruh tidak bisa dipisahkan dari hak atas kota dan tempat tinggal.
Rencana Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY) yang ingin menjadikan lahan parkir ABA sebagai ruang terbuka hijau memicu gelombang protes.
Pasalnya, banyak pekerja informal yang bergantung pada lokasi tersebut untuk mencari nafkah.
Pemda menyatakan bahwa penataan masih dalam proses dialog.
Namun, massa aksi menuntut keterlibatan rakyat secara utuh dalam perencanaan tata ruang kota.
Peringatan May Day di Yogyakarta tahun ini menjadi cerminan bahwa perjuangan buruh tidak hanya soal upah.
Tapi juga tentang hak-hak dasar atas ruang hidup yang adil, aman, dan manusiawi.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok