Repelita Jakarta - Presiden Prabowo Subianto mengutus mantan Presiden Joko Widodo untuk menghadiri pemakaman Paus Fransiskus di Vatikan pada Sabtu, 26 April 2025.
Keputusan ini memicu reaksi beragam di kalangan publik.
Komedian Sammy Notaslimboy melalui akun X pribadinya mempertanyakan keputusan tersebut.
Ia menulis, "Harusnya Gibran lah, apa kapasitas Mulyono? Nggak jelas…," yang langsung mendapat perhatian netizen.
Beberapa netizen mendukung pendapat Sammy, menyebut bahwa Gibran lebih layak mewakili Indonesia dalam acara internasional tersebut.
Namun, ada juga yang membela keputusan Presiden Prabowo, dengan alasan bahwa Jokowi memiliki pengalaman diplomasi yang luas.
Menteri Luar Negeri Sugiono mengonfirmasi bahwa Jokowi diutus atas nama Pemerintah Indonesia.
Selain Jokowi, beberapa tokoh lain juga diutus, termasuk Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono dan aktivis hak asasi manusia Natalius Pigai.
Keputusan ini menunjukkan bahwa pemerintah ingin memastikan kehadiran Indonesia di acara internasional penting tersebut.
Namun, keputusan ini juga memunculkan pertanyaan tentang peran dan kapasitas masing-masing individu yang diutus.
Publik berharap agar keputusan-keputusan serupa di masa depan dapat lebih mempertimbangkan konteks dan relevansi posisi pejabat yang ditunjuk.
Proses diplomasi internasional memerlukan pertimbangan matang agar citra negara tetap terjaga di mata dunia.
Kritik terhadap keputusan ini mencerminkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap kebijakan pemerintah.
Publik menantikan penjelasan lebih lanjut dari pemerintah mengenai dasar pemilihan individu yang diutus dalam misi diplomatik.
Keterlibatan pejabat negara dalam acara internasional harus mencerminkan kepentingan nasional dan bukan kepentingan pribadi atau politik semata.
Keputusan ini juga menjadi bahan refleksi bagi pemerintah dalam menentukan representasi Indonesia di forum-forum internasional di masa depan.
Penting bagi pemerintah untuk mendengarkan masukan dan kritik konstruktif dari masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.
Dengan demikian, diharapkan ke depan akan tercipta kebijakan yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan dan harapan publik.
Keterbukaan informasi dan dialog yang terbuka antara pemerintah dan masyarakat menjadi kunci dalam membangun kepercayaan publik terhadap kebijakan yang diambil.
Semoga ke depan, setiap keputusan yang diambil dapat mencerminkan aspirasi dan kepentingan seluruh rakyat Indonesia. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok