Repelita Jakarta - Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) memberikan tanggapan terkait pernyataan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid tentang munculnya SHM dan SHGB di kawasan pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang, Banten. Ada sejumlah poin yang disorot oleh AGRA dari pernyataan tersebut.
Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat AGRA, Saiful Wathoni, mengatakan bahwa AGRA, sebagai organisasi yang menghimpun petani, nelayan, dan suku bangsa minoritas, merasa penting memberikan tanggapan atas klarifikasi dari Menteri ATR/BPN.
Menurut Saiful, klarifikasi yang dilakukan Nusron Wahid terkait munculnya SHM dan SHGB di kawasan laut yang dipagari adalah upaya cuci tangan. Ia menyebutkan bahwa seharusnya sejak awal keberadaan sertifikat tersebut telah diketahui oleh Nusron.
"Mengingat munculnya sertifikat diketahui publik melalui aplikasi Bhumi ATR/BPN yang notabene adalah aplikasi yang dikeluarkan oleh Kementerian ATR/BPN. Kenyataan tersebut tidak bisa hanya ditebus dengan permohonan maaf karena telah melahirkan kegaduhan dan penderitaan rakyat selama ini," kata Saiful.
AGRA juga menyoroti pernyataan Menteri ATR/BPN yang menyebut terdapat 2 SHGB di kawasan perairan Desa Kohod, Kecamatan Paku Haji, Kabupaten Tangerang. SHGB tersebut atas nama PT. Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang dan PT. Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang. Selain itu, terdapat 9 bidang SHGB perseorangan dan 17 bidang SHM yang pemiliknya tidak disebutkan. Diketahui, sertifikat tersebut diterbitkan pada tahun 2023.
Saiful menjelaskan bahwa PT. Intan Agung Makmur adalah perusahaan patungan antara PT. Kusuma Anugerah Abadi dan PT. Inti Indah Raya, dengan Freddy Numberi sebagai komisaris utama dan Belly Djaliel sebagai direktur. Kedua nama tersebut juga merupakan bagian dari PT. Multi Artha Pratama, anak perusahaan Agung Sedayu Group, yang memegang saham PT. PANI.
"PT. Intan Agung Makmur adalah perusahaan yang juga dimiliki oleh Aguan dan Anthony Salim. Begitu juga dengan PT. Cahaya Inti Sentosa, yang merupakan anak perusahaan PT. PANI. Hal ini semakin menunjukkan kebenaran dugaan bahwa pagar laut adalah bagian tak terpisahkan dari proyek PIK 2 yang dikembangkan oleh Agung Sedayu dan Salim Group melalui PT. PANI," ujar Saiful.
AGRA menegaskan bahwa penerbitan SHGB maupun SHM di kawasan laut melanggar hukum, karena pesisir pantai dan laut merupakan daerah sempadan yang tidak diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria. Menurut Saiful, izin yang diperbolehkan di kawasan laut hanya berupa Izin Pemanfaatan Ruang Laut (IPRL) yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, bukan oleh Kementerian ATR/BPN.
"SHGB dan SHM yang ada harus dibatalkan, dan semua pihak yang terlibat dalam penerbitan sertifikat tersebut harus segera ditangkap dan diadili, termasuk Kementerian ATR/BPN sebagai lembaga yang bertanggung jawab," tegasnya.
Saiful menambahkan, pengukuran garis pantai yang direncanakan oleh Menteri ATR/BPN tidak tepat. Ia menyebut bahwa dokumen yang diterbitkan sejak 1982 kemungkinan besar juga ilegal.
"Kami memastikan bahwa meskipun terjadi pergeseran garis pantai akibat abrasi, kawasan yang diterbitkan sertifikat tetap merupakan daerah sempadan yang tidak boleh disertifikasi," katanya.
AGRA menilai kehadiran PIK 2 di sepanjang pesisir Banten Utara, yang menyandang status PSN, telah menjadi sumber utama kegaduhan. Oleh karena itu, AGRA menuntut agar status PSN di PIK 2 dicabut dan semua operasional proyek dihentikan.
Selain itu, AGRA meminta Presiden Prabowo Subianto untuk mengevaluasi seluruh jajaran kabinet yang terlibat dalam skandal tersebut.
"Presiden Prabowo harus segera mengevaluasi seluruh jajaran kabinetnya yang terlibat dalam skandal PIK 2 tanpa terkecuali," pungkas Saiful.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok