Repelita, Tangerang - Ombudsman Provinsi Banten menyebut 3.888 nelayan di kawasan pesisir pantai utara (pantura) Kabupaten Tangerang ikut terdampak pemagaran laut sepanjang 30,16 kilometer. Kerugian yang dialami nelayan lebih dari Rp 9 miliar.
"Ada 3.888 nelayan yang biaya operasionalnya meningkat dua kali lipat dan hasilnya kemungkinan berkurang. Ini harus secepatnya diselesaikan," kata Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Banten Fadli Afriadi di Tangerang, Rabu (15/1/2025).
Fadli mengungkapkan bahwa dampak pembangunan pagar bambu di sepanjang pesisir laut Tangerang tersebut mengakibatkan kerugian nelayan lebih dari Rp9 miliar, dengan perhitungan penurunan rata-rata penghasilan nelayan Rp 100 ribu per hari.
"Asumsinya 1.500 nelayan melaut selama 20 hari dikali sekian bulan, 3 bulan saja, sudah Rp 9 miliar. Ini paling rendah taksiran ekonominya, apalagi 3.888 nelayan," katanya.
Ombudsman RI akan melakukan penyelidikan terkait dugaan praktik malaadministrasi atas pembangunan pagar laut tersebut. Selain itu, pihaknya juga akan melakukan investigasi dengan mengumpulkan data melalui perangkat daerah maupun nelayan langsung.
"Informasi yang akan kami pertimbangkan untuk membuat kesimpulan apakah terjadi malaadministrasi atau tidak," paparnya.
Fadli juga menambahkan bahwa pemagaran seperti ini sangat mengganggu dan merugikan nelayan karena rute melaut lebih jauh, bahan bakar makin banyak, dan waktu melaut makin sedikit.
"Ini otomatis akan memengaruhi hasil produksi," kata Fadli.
Petugas Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terjun ke lokasi pemagaran laut 30,16 km di Tangerang, Banten, pada Kamis (9/1/2025). Kementerian Kelautan dan Perikanan mendatangi lokasi pagar bambu di kawasan laut Tangerang, tepatnya di Desa Kronjo, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang untuk melengkapi data dan informasi guna memperkuat fakta di lapangan terkait pembangunan pagar laut ilegal tersebut.
"Hasilnya, KKP memastikan bila pemasangan pagar bambu dengan panjang 30,16 kilometer itu menggunakan cara manual atau dengan tangan manusia," kata Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Halid K. Jusuf.
"Ini jelas manusia, manual menggunakan tangan manusia," katanya.
Menyinggung soal adanya informasi perihal alat pemasangan menggunakan alat berat, dia menyatakan pihaknya telah mengecek.
Dari beberapa data yang dihimpun pihaknya, terdapat perkembangan informasi terkait dengan pemasangan pagar bambu secara swadaya.
"Kami tahu soal yang berkembang, pemasangan pagar bambu dilakukan swadaya dan sebagainya. Namun, kami tidak bisa langsung mengambil kesimpulan seperti itu. Ada langkah investigatif yang tengah kami lakukan, ada di masyarakat, lembaga sosial, atau pihak lain yang merasa bertanggung jawab atas pemagaran tersebut," ujarnya.
Seiring dengan investigasi di lapangan, KKP akan melakukan pembongkaran pagar bambu yang mengitari setengah pulau di enam kecamatan, yaitu Teluknaga, Kosambi, Sukadiri, Mauk, Kronjo, dan Pakuhaji.
"Kami akan melakukan tindakan tegas, 30,16 kilometer ini butuh waktu panjang dan alat berat untuk mencabut itu," katanya.
Ia lantas berjanji, "Kami akan sampaikan tindakan lanjut seperti apa? Bisa jadi ke tahap pembongkaran, apakah itu akan dilakukan mandiri? Maka, kami minta juga masyarakat mencabut karena untuk kepentingan nelayan sendiri. Dalam kurun waktu 2—3 hari ini akan kami sampaikan." (*)
Editor: 91224 R-ID Elok