Repelita Jakarta - Mantan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok memberikan tanggapan terkait aturan baru yang diterbitkan oleh Pemprov Jakarta mengenai izin bagi PNS laki-laki untuk berpoligami. Ahok menyebutkan bahwa hal tersebut merupakan hak pribadi masing-masing individu, dan setiap orang memiliki keyakinan serta aturan yang berbeda dalam kehidupan berkeluarga.
“Karena peraturan, buat saya sih susah mau komentari karena masing-masing punya keyakinan, punya aturan,” ungkap Ahok saat ditemui awak media di Jakarta pada Sabtu (18/1).
Namun, Ahok memberikan catatan penting bahwa yang perlu diperhatikan adalah pengelolaan anggaran negara, terutama jika bertambahnya jumlah tanggung jawab dalam kehidupan keluarga dapat menimbulkan potensi penyalahgunaan anggaran. "Paling penting itu jangan sampai ada anggaran korupsi karena keluarga nambah banyak. Kalau soal anda mau punya apa, buat saya itu hak anda lah. Tapi anda bisa adil apa enggak ini?" tegasnya.
Sebagai informasi, Pemprov Jakarta telah menerbitkan Pergub nomor 2 tahun 2025 yang mengatur pemberian izin poligami bagi PNS pria di lingkungan Pemprov Jakarta. Aturan ini tertuang dalam keputusan yang ditetapkan oleh Penjabat Gubernur Jakarta, Teguh Setyabudi pada 6 Januari 2025.
Berdasarkan aturan tersebut, PNS pria yang ingin berpoligami harus mendapatkan izin dari atasan terlebih dahulu. Jika izin tidak diberikan, namun pegawai tetap melaksanakan perkawinan poligami, maka pegawai tersebut dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Beberapa persyaratan yang diatur dalam Pergub ini antara lain adalah adanya persetujuan dari istri atau istri-istri secara tertulis, kemampuan finansial untuk membiayai keluarga, serta kemampuan untuk berlaku adil terhadap istri dan anak-anak. Selain itu, izin poligami tidak dapat diberikan jika bertentangan dengan ajaran agama yang dianut pegawai atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tanggapan mengenai aturan ini pun beragam di masyarakat. Beberapa pihak mendukung, namun tidak sedikit yang mengkritik dengan alasan bahwa aturan tersebut bisa menimbulkan ketidakadilan dalam lingkungan kerja dan keluarga. “Kita harus berhati-hati, aturan seperti ini bisa disalahgunakan,” ujar salah satu netizen di media sosial.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok