Repelita Tangerang - Mantan anggota DPR dari daerah pemilihan Kabupaten Tangerang, Mulyanto, mempertanyakan klaim bahwa pagar laut di Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, dibangun oleh masyarakat sekitar. Klaim tersebut sebelumnya disampaikan Jaringan Rakyat Pantura (JRP) yang menyebut warga memagari laut sebagai mitigasi bencana dan abrasi.
Mulyanto, yang menjabat di DPR pada periode 2019-2024, menilai pernyataan JRP mencurigakan dan bertentangan dengan kepentingan nelayan. "Pernyataan nelayan, pada umumnya, mengatakan keberadaan pagar laut ini justru merugikan mereka," ujar Mulyanto melalui pesan singkat pada Ahad.
Ia mengungkapkan bahwa nelayan di Kabupaten Tangerang telah menyampaikan keluhan mereka soal pemagaran laut kepada Ombudsman dan media. Bahkan, menurutnya, Ombudsman memperkirakan keberadaan pagar laut tersebut telah menyebabkan kerugian hingga miliaran rupiah bagi nelayan.
Mulyanto juga mempertanyakan sumber dana yang digunakan untuk membangun pagar laut dari bilah bambu sepanjang 30,16 kilometer tersebut. Menurutnya, klaim JRP bahwa pagar itu didirikan untuk mitigasi bencana seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah, bukan masyarakat. "Mengeluarkan uang sebanyak itu untuk keperluan publik, yang bukan merupakan tugas nelayan, adalah hal yang kontradiktif dengan kondisi ekonomi nelayan yang sangat memprihatinkan sekarang ini," katanya.
Ia menambahkan, alasan JRP bahwa pagar laut dari bambu bertujuan untuk memecah ombak juga tidak masuk akal. Menurutnya, pemecah ombak yang efektif umumnya terbuat dari blok-blok beton yang disusun menjadi tetrapod.
Koordinator Jaringan Rakyat Pantura, Sandi Martapraja, sebelumnya mengklaim masyarakat sekitar ikut membangun pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang. Ia menyatakan bahwa pagar tersebut dibangun secara swadaya untuk mencegah abrasi dan mengurangi dampak gelombang besar. "Pagar laut yang membentang di pesisir utara Kabupaten Tangerang ini sengaja dibangun secara swadaya oleh masyarakat," ucap Sandi.
Sandi juga menilai pagar bambu itu bisa menjadi solusi untuk ancaman bencana, meskipun tidak sepenuhnya menahan tsunami. Selain itu, ia menyebut area sekitar pagar bambu tersebut dapat dimanfaatkan sebagai tambak ikan. "Tanggul-tanggul ini dibangun oleh inisiatif masyarakat setempat yang peduli terhadap ancaman kerusakan lingkungan," tambahnya.
Namun, pagar laut tersebut kini telah disegel oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) karena tidak memiliki izin. Penyegelan dilakukan pada Kamis lalu, dengan waktu 20 hari bagi pembangun dan pemilik pagar untuk membongkarnya secara mandiri. KKP masih mengidentifikasi pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar tersebut.
Sebagian nelayan menyambut baik penghentian pembangunan pagar di laut pesisir Tangerang. Harun, seorang nelayan Desa Kronjo, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, menyatakan rasa syukur atas tindakan tegas dari aparat. "Ya bersyukur atas tindakan tegas dari aparat dan berharap pantainya kembali dibuka akses untuk melaut," kata Harun melalui Whatsapp.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok