Repelita Bandung - Proyek pembangunan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Pagar laut yang dibuat secara sepihak ini dianggap melanggar hukum dan menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat.
M Rizal Fadillah, seorang pemerhati politik dan kebangsaan, menyebutkan bahwa proyek ini penuh pelanggaran hukum dan kolusi. Ia mengkritik keras langkah pengusaha Aguan yang diduga memanfaatkan status Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk merebut tanah rakyat melalui intimidasi dan pembelian murah. “Risiko Aguan hanya pembongkaran pagar, tidak ada sanksi lebih berat,” ujar Rizal.
Sejumlah tokoh dan kelompok masyarakat, termasuk Said Didu, Aliansi Rakyat Anti Oligarki, Kesultanan Banten, Lembaga Hukum Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jawara Banten, dan APP TNI, mendesak pencabutan status PSN dari proyek PIK-2. Mereka menilai PSN telah menjadi alat bagi oligarki untuk merampas tanah rakyat.
Meski pagar laut akhirnya dibongkar oleh pihak Marinir, Rizal menilai langkah ini justru menghilangkan alat bukti yang mengarah kepada pelaku utama. Ia menyebut beberapa nama yang diduga terlibat, seperti Ali Hanafiah, Ghozali alias Engcun, Kades “Rubicorn” Kohod, dan Sandi “JRP” Martapraja, belum juga dimintai keterangan oleh aparat. “Polisi beralasan tidak ada laporan, padahal nama-nama ini sudah sering muncul di media sosial,” tambah Rizal.
Rizal juga menyoroti posisi Aguan yang tetap aman meski banyak pelanggaran terjadi. “Aguan mungkin hanya tertawa di balik layar. Risikonya cuma pagar dibongkar. Dia bisa jalan-jalan ke Singapura atau ke China sambil menikmati kemenangan,” sindir Rizal.
Publik merasa pembongkaran pagar laut belum menyelesaikan masalah utama. Mereka mendesak agar proyek PIK-2 dibatalkan, status PSN dicabut, dan pihak-pihak yang dirugikan mendapatkan ganti rugi. Beberapa pihak bahkan menuntut agar Aguan, serta aktor lain seperti Jokowi dan Airlangga, dimintai pertanggungjawaban secara hukum.
Rizal juga mengkritik wacana sertifikasi tanah di laut yang sempat mencuat. “Aneh-aneh saja, ada sertifikat tanah di laut. Badan Pertanahan Nasional (BPN) itu urusan darat, bukan laut. Ini seperti akal-akalan legalisasi pelanggaran,” tegasnya.
Ia menutup dengan menyatakan bahwa rakyat Banten tidak akan puas hingga semua tuntutan mereka terpenuhi, termasuk mencabut status PSN, membatalkan PIK-2, dan menyeret Aguan ke meja hijau.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok