Repelita Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengungkapkan bahwa kegiatan reklamasi di dekat Pulau Pari, Kepulauan Seribu, terindikasi melanggar peraturan. Dia berencana untuk menjatuhkan sanksi terkait aktivitas tersebut yang dilakukan oleh PT CPS untuk pengembangan destinasi wisata di area tersebut.
"Statusnya KKPRL (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut) yang diterbitkan pada 12 Juli 2024 untuk kegiatan cottage apung dan dermaga wisata luasnya 180 hektare, terindikasi pelanggaran dengan melakukan reklamasi tanpa izin," kata Trenggono dalam rapat kerja (raker) di Komisi IV DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, (23/1).
Pemanfaatan untuk destinasi wisata itu dilakukan oleh PT CPS. Kegiatan pengerukan dengan alat berat di Pulau Pari yang dilakukan PT CPS di dalam area KKPRL bahkan menjadi viral. Trenggono menambahkan bahwa area di sekitar kegiatan pengerukan tersebut merupakan ekosistem mangrove dan padang lamun yang memiliki kategori baik.
"Area di sekitar kegiatan pengerukan dengan menggunakan beko, berupa ekosistem mangrove dan padang lamun kategori baik," ujar Trenggono.
PT CPS terindikasi melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang telah diubah dengan UU Nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan PP pengganti undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta kerja.
Dalam klausul itu menyatakan bahwa seluruh kegiatan pemanfaatan ruang laut yang dilakukan secara menetap lebih dari 30 hari harus memiliki izin pemanfaatan ruang laut dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.
"Rencana tindak lanjut, KKP mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi kepada PT CPS atas indikasi pelanggaran yang telah dilakukan," lanjut Trenggono.
Pemerintah Provinsi Jakarta juga menghentikan aktivitas pengerukan pasir di dekat Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu. Asisten Pemerintahan Sekretariat Daerah (Setda) Jakarta Sigit Wijatmoko mengungkapkan bahwa kegiatan pengerukan pasir diduga juga melibatkan pembabatan hutan mangrove. Aktivitas tersebut terjadi di Pulau Biawak, yang merupakan pulau privat.
Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa aktivitas pengerukan pasir ini tidak memiliki izin. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok