Repelita Jakarta - Masyarakat memiliki hak untuk menggugat pemberlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen jika dirasa kebijakan tersebut tidak tepat dan dapat memberatkan rakyat. Pakar ekonomi Salamuddin Daeng mengungkapkan, masyarakat bisa mengajukan gugatan tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menguji apakah kebijakan yang diatur dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan sudah sejalan dengan konstitusi.
"Ini bisa ditempuh dengan gugatan ke MK, untuk menguji apakah UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang perpajakan sudah sesuai dengan konstitusi atau tidak," jelas Salamuddin Daeng dalam diskusi virtual bertemakan "Kenaikan PPN Tantangan Baru Bagi Konsumsi dan Lapangan Kerja", Minggu (12/1/2025).
Menurutnya, sudah ada beberapa pihak yang berniat mengajukan gugatan terkait PPN 12 persen ke MK. Namun, ia mengingatkan agar penggugat cermat memahami pasal-pasal dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan sebelum melayangkan gugatan.
“Memang harus dilihat masalah perpajakan ini diatur dalam UUD. Hanya saja, terkait dengan UU 7 Tahun 2021, sebetulnya presiden punya fleksibilitas," tambahnya.
Salamuddin Daeng menjelaskan bahwa Pasal 3 dalam UU tersebut memberikan wewenang untuk mengubah tarif PPN, dengan ketentuan bahwa tarif PPN dapat berada dalam kisaran antara 5 persen hingga 15 persen. Di sisi lain, pasal ini juga mengatur bahwa perubahan tersebut bisa berlaku setelah ada persetujuan dari DPR RI dalam penyusunan Rancangan Pendapatan dan Anggaran Belanja Negara (APBN).
"Jadi, ada dua hal yang bisa digugat ke MK, satu masalah UU-nya sendiri atau UU APBN-nya. Tapi memang harus cermat ya gugatannya, kalau mau membatalkan kenaikan PPN 12 persen ini," tutupnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok