Repelita Jakarta - Keputusan pemerintah yang melarang Pemerintah Daerah (Pemda) membayar gaji tenaga honorer atau pegawai non-ASN menjadi isu panas di tengah masyarakat.
Larangan tersebut ditegaskan oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian merujuk pada Undang-Undang (UU) No. 20 Tahun 2023 tentang ASN. Kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran di berbagai sektor pelayanan publik yang selama ini bergantung pada tenaga honorer.
Dalam rapat penataan non-ASN, Mendagri Tito Karnavian menekankan bahwa pemerintah daerah tidak boleh membayar gaji tenaga honorer dari belanja pegawai atau barang dan jasa. Tito menjelaskan bahwa pembayaran gaji melalui pos barang dan jasa dapat menjadi temuan hukum oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Kalau dibiayai dari mana? Belanja pegawai tidak boleh. Bahkan, jika dibiayai dari barang dan jasa, itu juga pelanggaran hukum,” ujar Tito dalam acara yang dipublikasikan melalui YouTube Kemendagri, Selasa 14 Januari 2025.
Ia menambahkan bahwa kepala daerah yang masih melakukan pembayaran kepada tenaga honorer berpotensi menghadapi kasus hukum sesuai amanat UU ASN. Mendagri juga menginstruksikan Pemda untuk memaksimalkan seleksi PPPK tahap 2.
Pemda yang belum mengajukan formasi PPPK untuk honorer agar segera membuka pendaftaran di tahap 2. Tito menegaskan bahwa penataan tenaga honorer ini merupakan amanat UU ASN yang harus diselesaikan.
Setelah UU ASN terbit, tidak boleh lagi ada tenaga honorer atau non-ASN yang menduduki jabatan ASN di instansi pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah mengambil langkah dengan membuka seleksi PPPK untuk mengubah semua honorer di instansi pemerintah atau yang terdaftar di database BKN menjadi ASN.
Tito menegaskan bahwa setelah seleksi PPPK tahap 2 di 2025, honorer yang masih ada dan menerima gaji dari negara akan menghadapi masalah hukum. “UU ASN melarang sudah tenaga honorer, begitu dibayar (menerima gaji) jadi temuan BPK, kasus hukum,” ujar Mendagri.
Mendagri juga meminta Pemda segera bertindak dengan melakukan sejumlah langkah terkait penataan tenaga honorer ini. Seleksi PPPK tahap 2 di 2025 diharapkan dapat menyelesaikan masalah tenaga honorer yang ada dalam database BKN.
Bagi mereka yang mendapatkan formasi, akan diangkat menjadi PPPK penuh waktu, sementara yang belum tersedia tetap diangkat menjadi PPPK paruh waktu. Pemda yang masih membayar gaji honorer setelah seleksi PPPK 2025 akan menghadapi masalah hukum.
“UU ASN melarang untuk adanya tenaga honorer lagi, dan nggak boleh bayar tenaga honorer, akan menjadi masalah hukum kepada yang membayar (Pemda),” tegas Tito. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok