Repelita, Jakarta 23 Desember 2024 - Pemberedelan pameran seni karya Yos Suprapto yang bertajuk "Kebangkitan Tanah Untuk Kedaulatan Pangan" mendapat respons luas dari berbagai elemen masyarakat. Peristiwa ini dianggap sangat disayangkan, terlebih terjadi pada era kepemimpinan Prabowo Subianto.
Direktur Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, turut menyesalkan pemberedelan tersebut. Ia menegaskan bahwa hak untuk mencari informasi, menyebarkan informasi, dan menyampaikan gagasan melalui berbagai medium, termasuk karya seni, merupakan hak yang harus dilindungi di setiap negara. Dalam konteks karya seni, hal ini dikenal dengan kebebasan artistik atau kebebasan berkesenian.
Menurut Usman, kebebasan berkesenian seharusnya berada di luar ranah yang dapat dibatasi oleh alasan-alasan pemberedelan. Ia menjelaskan bahwa pada umumnya, pemberedelan karya seni sebagai bentuk ekspresi artistik lebih sering terjadi di negara-negara otoriter atau totaliter. Penyensoran karya seni di negara otoriter biasanya didasarkan pada tiga alasan: mengganggu stabilitas politik, norma agama, atau norma sosial.
Usman juga menyatakan bahwa pada masa Orde Baru di Indonesia, banyak karya seni yang disensor dengan alasan stabilitas politik. Ia menduga bahwa pembatalan pameran Yos Suprapto mungkin berkaitan dengan tema besar yang diangkat, yakni tanah dan kedaulatan pangan, yang dianggap sensitif.
Lukisan-lukisan Yos Suprapto, menurut Usman, menjadi semacam suara bagi masyarakat yang hak-haknya terpinggirkan oleh pembangunan yang rakus akan tanah dan tidak memperhatikan lingkungan. Usman menilai bahwa ekspresi artistik Yos bukan hanya soal keindahan seni, melainkan juga menyampaikan pesan etik tentang pengelolaan tanah oleh negara yang tidak berpihak kepada rakyat.
Pernyataan Usman mengingatkan bahwa kebebasan berekspresi di Indonesia saat ini berada dalam keadaan yang memprihatinkan. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok