Menurutnya, Gibran menjadi titik lemah dalam kerja sama kepemimpinan nasional. Sejak pencalonannya sebagai wakil presiden, Gibran telah menimbulkan kontroversi melalui isu politik dinasti, kualitas pribadi yang diragukan, serta berbagai persoalan moral dan integritas. Ia menilai sosok muda itu masih belum matang secara politik, tetapi mengenakan baju kebesaran yang tidak pantas.
Rizal menilai Prabowo harus segera mengambil langkah tegas dengan memanfaatkan dukungan partai politik di parlemen untuk melepas Gibran dari jabatan wakil presiden. Dalam pandangannya, rakyat menginginkan sosok pendamping yang lebih mumpuni dan berkarakter kuat. Ia menegaskan bahwa Prabowo tidak boleh terjebak dalam permainan elite Solo atau merasa takut terhadap pengaruh Jokowi yang masih membayangi pemerintahan saat ini.
Ia juga menyinggung Pasal 7A UUD 1945 yang memungkinkan pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden bila terbukti melakukan pelanggaran hukum berat, tindakan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat jabatan. Dalam konteks ini, Gibran dinilai sudah memenuhi alasan untuk diberhentikan karena dianggap menjadi perpanjangan tangan politik Jokowi dengan ambisi melanjutkan kekuasaan pada 2029.
Rizal menilai ancaman bagi Prabowo justru datang dari lingkar Jokowi sendiri. Menurutnya, politik transaksional bisa membuat Jokowi sewaktu-waktu menyingkirkan Prabowo demi memberi jalan bagi Gibran. Ia menilai Prabowo selama ini terlalu bergantung pada dukungan Jokowi dan belum menunjukkan keberanian untuk keluar dari bayang-bayang mantan presiden itu.
Dalam pandangannya, seruan rakyat yang paling mendesak adalah menghentikan campur tangan Jokowi dan segera memakzulkan Gibran. Ia menyebut ini menjadi ujian moral bagi Prabowo untuk membuktikan apakah dirinya benar-benar pemimpin yang setia pada amanat rakyat. Bila Prabowo gagal menunaikan langkah itu, kepercayaan publik terhadap pemerintahannya akan terus menurun.
Rizal menyoroti bahwa selama satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran berjalan, kinerja pemerintahan belum menunjukkan hasil yang berarti. Janji pemerintahan bersih dan bebas KKN masih sebatas wacana, sementara kesenjangan sosial melebar, pemborosan anggaran terus terjadi, dan kesejahteraan rakyat tidak kunjung meningkat.
Ia menegaskan, bila kondisi ini terus dibiarkan, maka rakyat bisa kehilangan harapan terhadap kepemimpinan Prabowo. Pasal 7A UUD 1945, menurutnya, dapat kembali menjadi dasar untuk mempertimbangkan pemakzulan tidak hanya terhadap Gibran, tetapi juga terhadap Prabowo sebagai presiden.
Rizal menyebut pada awalnya seruan publik hanya tertuju pada Gibran, namun kini mulai mengarah pada keduanya. Ia menilai ketika harapan rakyat telah sirna, pilihan yang tersisa hanyalah memakzulkan pasangan Prabowo-Gibran sekaligus. Langkah itu dianggap sebagai konsekuensi logis bila pemerintahan gagal membawa perubahan dan hanya memperpanjang kekuasaan kelompok lama.
Ia menutup pandangannya dengan peringatan bahwa bila rakyat terus dibiarkan tanpa harapan, maka mereka akan bergerak sendiri untuk menuntut perubahan. Pemerintah yang hanya bekerja demi kepentingan pribadi dan kroni, katanya, pada akhirnya akan tumbang oleh kesombongan dan pidatonya sendiri. Rizal menilai sejarah akan kembali mencatat kegagalan kepemimpinan yang tidak berpihak pada rakyat dan melupakan amanat keadilan. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok
