
Repelita Jakarta - Nama Karen Agustiawan kembali menjadi sorotan publik setelah disebut dalam persidangan kasus tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin 20 Oktober 2025, Jaksa Penuntut Umum menghadirkan Hanung Budya Yuktyanta sebagai saksi.
Hanung merupakan Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina pada tahun 2014, dan dalam kesaksiannya menyebut bahwa Karen Agustiawan sengaja melepaskan kewenangan untuk menandatangani perjanjian terminal bahan bakar minyak.
Pernyataan tersebut langsung ditanggapi oleh Jaksa Triyana Setia Putra yang mempertanyakan alasan Karen memberikan kewenangan tersebut kepada Hanung.
Jaksa menyebut bahwa istilah “buang badan” memiliki konotasi negatif dan meminta penjelasan lebih lanjut dari saksi.
Kasus ini menambah daftar panjang persoalan hukum yang menjerat Karen Agustiawan, yang saat ini tengah menjalani masa hukuman di lembaga pemasyarakatan.
Karen Agustiawan dikenal sebagai salah satu tokoh perempuan paling berpengaruh di sektor energi Indonesia.
Ia pernah masuk dalam daftar 50 wanita pelaku bisnis terkuat di Asia versi Forbes pada tahun 2011.
Lahir di Bandung pada 19 Oktober 1958, Karen merupakan lulusan Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung tahun 1983.
Karier profesionalnya dimulai sebagai Commercial Manager di Landmark Concurrent Solusi Indonesia antara tahun 2002 hingga 2006.
Ia kemudian menjabat sebagai Staf Ahli Direktur Utama PT Pertamina untuk Bisnis Hulu pada 2006 hingga 2008, sebelum diangkat menjadi Direktur Hulu.
Pada 5 Februari 2009, Karen ditunjuk sebagai Direktur Utama PT Pertamina dan sempat menjabat sebagai CEO hingga 1 Oktober 2014.
Setelah mengundurkan diri, Karen sempat menjadi Visiting Scholar di Harvard Kennedy School of Government dan dikabarkan menjadi guru besar di Harvard University, Boston, Amerika Serikat.
Namun, perjalanan kariernya terhenti setelah tersandung kasus kebijakan investasi Liquefied Natural Gas yang merugikan negara sebesar Rp 1,77 triliun dalam periode 2011 hingga 2014.
Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat sempat menjatuhkan vonis delapan tahun penjara, yang kemudian diperberat oleh Mahkamah Agung menjadi tiga belas tahun.
Kini, meski tengah menjalani hukuman, nama Karen kembali disebut dalam kasus lain yang menyeret sejumlah mantan petinggi Pertamina.
Dalam sidang yang sama, turut hadir Alfian Nasution dan Hanung Budya Yuktyanta sebagai tersangka dalam perkara yang sedang bergulir.
Sebelumnya, Karen juga pernah divonis lepas oleh Mahkamah Agung dalam kasus korupsi blok Basker Manta Gummy Australia tahun 2009.
Putusan tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa tindakan Karen merupakan bagian dari keputusan bisnis dan tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

