
Repelita Jakarta - Aktivis sosial Palti Hutabarat kembali menyoroti nasib Komisaris BUMN ID Food, Silfester Matutina, yang hingga kini belum dieksekusi meski telah divonis penjara sejak tahun 2019.
Palti menyebut sebagian pendukung Presiden Joko Widodo yang ia juluki sebagai Ternak Mulyono tidak memahami hukum dan cenderung asal bicara soal proses eksekusi yang seharusnya dilakukan oleh kejaksaan.
Rusaknya pemahaman RJ termul soal eksekusi Silfester oleh Kejaksaan.
Mana ada RJ bisa menganulir putusan inkrah sehingga tidak perlu dieksekusi?
Pernyataan tersebut disampaikan Palti melalui akun X @PaltiHutabarat pada 12 Oktober 2025.
Ia menegaskan bahwa kasus hukum yang telah berkekuatan hukum tetap tidak bisa dibatalkan hanya karena alasan politik atau kedekatan dengan penguasa.
Palti bahkan menyebut bahwa perintah penahanan terhadap Silfester sudah jelas dikeluarkan oleh pimpinan tertinggi di institusi kejaksaan.
Kapuspen dan Jaksa Agung saja perintah eksekutor untuk menahan Silfester kok ya termul ini jadi paling jago soal hukum.
Sebelumnya, pengacara Roy Suryo, Ahmad Khozinudin, melontarkan kritik terhadap Kejaksaan Agung terkait mandeknya eksekusi terhadap narapidana kasus korupsi Silfester Matutina.
Ahmad menyebut pernyataan Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, yang meminta kuasa hukum Silfester agar menghadirkan kliennya untuk dieksekusi sebagai bentuk ketidakberdayaan negara.
Negara, dengan seluruh sumber daya yang ada, dibuat kalah oleh seorang terpidana.
Pernyataan tersebut disampaikan Ahmad kepada fajar.co.id pada 12 Oktober 2025.
Ia menyinggung sikap Kejagung yang dinilai justru memelas kepada kuasa hukum Silfester, Lechumanan, agar membantu menghadirkan kliennya ke jaksa.
Bahkan, yang lebih parah, Kapuspenkum Kejagung memelas pada kuasa hukum terpidana untuk mengantarkan kliennya agar dapat dieksekusi.
Sebuah deklarasi kekalahan dan ketidakberdayaan yang sangat memalukan.
Ahmad menyindir keras sikap Kejaksaan yang menurutnya lebih berani menghadapi masyarakat kecil dibanding mengeksekusi terpidana berpengaruh.
Padahal, dengan kewenangannya, institusi kejaksaan bisa mengerahkan seluruh anggotanya untuk memburu Silfester Matutina.
Jangan hanya gagah menghadapi kasus rakyat kecil.
Ahmad mendesak agar Kejagung menindak pihak-pihak yang diduga menghalangi proses eksekusi.
Kejaksaan juga bisa memburu semua pihak yang menghalangi eksekusi dan memprosesnya secara hukum dengan pidana Obstruction of Justice, bukan malah membiarkan mereka bebas berkoar di media.
Ia juga menuding ada perlindungan kuat di balik belum dieksekusinya Silfester Matutina.
Jaksa intelijen tak mungkin tak tahu posisi Silfester.
Semuanya tidak bisa ditafsirkan lain, kecuali negara telah kalah dan ditundukkan oleh terpidana.
Di negeri ini, terpidana lebih hebat dari negara.
Ahmad bahkan menyebut bahwa langkah hukum biasa mungkin tak lagi cukup untuk menjerat Silfester.
Metode untuk menjerat Silfester Matutina mungkin tidak lagi bisa dilakukan dengan pendekatan hukum, melainkan harus dengan Metode Nepal.
Ahmad mengatakan bahwa di Indonesia yang merupakan negara hukum, ternyata hukum sebagai panglima hanya menjadi jargon semata.
Realitanya, kekuasaan dan uang yang menjadi panglima.
Para penguasa yang ada juga masih dikuasai oleh penguasa lain yang tak kasat mata.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

