
Repelita Jakarta - Polemik proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh kembali mencuat setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tidak akan menanggung utang proyek warisan era Presiden Joko Widodo.
Pernyataan tersebut memicu sorotan publik terhadap efisiensi dan transparansi proyek yang telah menghabiskan anggaran besar namun dinilai tidak sebanding dengan jarak tempuhnya.
Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia, Islah Bahrawi, turut menanggapi isu tersebut dengan membandingkan proyek Whoosh dengan proyek kereta cepat Haramain High-Speed Railway (HHR) di Arab Saudi.
Biaya kereta cepat di Saudi harusnya lebih tinggi dari kita. Jalurnya berdiri di atas sedimen batuan lunak tipis yang berbahaya dari resonansi struktur tanah. Biaya akomodasi bagi pekerjanya juga lebih tinggi karena 70 persen jalurnya melewati kawasan tak berpenghuni dengan cuaca ekstrem, jelas Islah melalui akun X pada Minggu, 26 Oktober 2025.
Islah menjelaskan bahwa perbedaan mencolok antara kedua proyek terutama terletak pada pembebasan lahan. Ia menyebut Arab Saudi sebagai negara kerajaan totaliter memiliki kemudahan dalam menekan biaya pembebasan tanah karena sebagian besar jalur kereta membelah gurun kosong.
Sementara di Indonesia, proses pembebasan lahan bisa berlangsung bertahun-tahun dan biayanya melonjak drastis. Ia menilai bahwa selisih biaya dan jarak antara kedua proyek tersebut terlalu mencolok untuk dianggap wajar.
Membandingkan kereta cepat Indonesia dan Saudi memang akan ditemukan perbedaan dan persamaannya. Tapi mosok selisih biaya dan jaraknya sejomplang itu ya? tandasnya.
Sebagai informasi, proyek Kereta Whoosh yang hanya menempuh jarak 142 kilometer tercatat menelan biaya sebesar US$7,27 miliar atau sekitar Rp120,7 triliun. Sementara proyek HHR di Arab Saudi yang menghubungkan kota suci Makkah dan Madinah dengan jarak 1.500 kilometer hanya menelan biaya US$7 miliar atau sekitar Rp116,2 triliun.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

