Repelita Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menelusuri dugaan korupsi kuota haji yang merugikan negara hingga Rp1 triliun.
KPK menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan untuk melacak aliran dana hasil korupsi kuota haji, termasuk kemungkinan mengalir ke Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan penyidik menjalankan metode follow the money untuk mengetahui aliran dana tersebut.
Asep menekankan alasan menelusuri aliran dana ke organisasi keagamaan karena kasus ini terkait penyelenggaraan ibadah haji yang merupakan bagian praktik keagamaan.
Tentunya bukan dalam artian mendiskreditkan organisasi keagamaan, karena KPK bertugas melakukan pemulihan kerugian negara atau asset recovery, ujar Asep.
KPK menyebut tahap awal penelusuran menemukan kerugian negara sekitar Rp1 triliun.
Fokus utama KPK adalah mengembalikan uang negara yang diduga dikorupsi oleh oknum penyelenggara haji.
Beberapa orang terkait PBNU telah dipanggil, termasuk staf PBNU bernama Saiful Bahri pada Selasa, 9/9/2025.
Pemeriksaan Saiful berkaitan dengan mantan staf khusus era Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Ishfah Abidal Aziz alias Gus Alex.
Wakil Sekjen PBNU, Lukman Khakim, mengatakan Saiful tercatat di salah satu lembaga PBNU, tetapi tidak pernah aktif sejak kepengurusan 2022-2027 dibentuk.
Saiful Bahri memang tercatat sebagai anggota Lembaga Wakaf dan Pertanahan PBNU 2022-2027, kata Lukman, Kamis, 11/9/2025.
Sejak Muktamar NU 2021 di Lampung, PBNU baru menggelar Rapat Kerja Nasional pertama pada Maret 2022 dan menetapkan kepengurusan masa bhakti 2022-2027.
Lukman menegaskan Saiful tidak aktif dan bukan karyawan di Sekretariat PBNU.
Saiful dikenal sebagai orang dekat Gus Alex, yang sebelumnya dipanggil KPK sebagai saksi.
Gus Alex juga pernah menjadi Staf Khusus mantan Menteri Agama dan termasuk daftar yang dicegah KPK.
Sebelumnya, Panitia Khusus Angket Haji DPR RI menemukan sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan haji 2024.
Pembagian kuota tambahan dari Arab Saudi menjadi sorotan karena dari 20.000 kuota, 10.000 diberikan untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Skema ini bertentangan dengan Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 yang mengatur kuota haji khusus maksimal 8 persen dan sisanya untuk haji reguler.
Kuota haji yang seharusnya untuk masyarakat umum malah dijual ke travel haji dan umrah dengan harga fantastis antara Rp300 juta hingga Rp1 miliar.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok