Repelita Jakarta - Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting, Saidiman Ahmad, menyampaikan pandangannya terkait utang luar negeri Indonesia dari era Orde Baru hingga saat ini.
Dalam unggahan di platform X pada Rabu, 27 Agustus 2025, Saidiman menyoroti utang yang ditinggalkan Presiden Soeharto dan telah dilunasi oleh pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Ia mempertanyakan siapa yang akan menanggung utang baru yang direncanakan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Menurut Saidiman, pada masa Orde Baru, Indonesia menghadapi krisis moneter yang cukup parah.
Di tengah kondisi ekonomi yang rapuh, Presiden Soeharto memutuskan meminjam dana dari International Monetary Fund dan menandatangani perjanjian di hadapan Direktur IMF Michel Camdessus.
Langkah tersebut dilakukan untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia yang saat itu tengah terpuruk.
Utang itu kemudian menjadi tanggungan pemerintahan berikutnya.
Pada 2006, Presiden SBY melunasi utang tersebut secara penuh sebagai upaya membersihkan warisan utang Orde Baru.
Saidiman mengungkapkan bahwa pemerintahan Presiden Prabowo berencana menambah utang baru sebesar Rp781,9 triliun.
Ia mempertanyakan siapa yang akan membayar utang itu di masa depan dan apakah akan menjadi beban generasi mendatang.
Saidiman juga menyinggung hubungan keluarga antara Soeharto, SBY, dan Prabowo yang menambah kompleksitas politik dan ekonomi Indonesia.
Ia menjelaskan bahwa Prabowo merupakan menantu Soeharto, sementara SBY menantu Sarwo Edhie, seorang jenderal yang pernah disingkirkan Soeharto.
Dalam konteks ini, Saidiman mengajak masyarakat lebih kritis terhadap kebijakan utang pemerintah.
Ia menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan utang negara.
Utang yang tidak dikelola dengan baik dapat menjadi beban berat bagi perekonomian dan generasi mendatang.
Saidiman berkomitmen mengawasi kebijakan ekonomi dan utang negara serta mendorong masyarakat memberikan masukan konstruktif.
Ia menekankan pentingnya pendidikan politik agar masyarakat memahami dinamika politik dan ekonomi secara utuh.
Saidiman berharap isu utang negara menjadi perhatian luas, bukan hanya elit politik.
Menurut data mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu, utang Indonesia meningkat dari Rp551,4 triliun pada era Soeharto, menjadi Rp2.608 triliun pada masa SBY, dan mencapai Rp7.733,99 triliun di era Joko Widodo.
Lonjakan ini menunjukkan meningkatnya kebutuhan pembiayaan negara yang harus diwaspadai.
Saidiman mengajak semua pihak bekerja sama mencari solusi pengelolaan utang yang berkelanjutan.
Ia menekankan bahwa utang bukan masalah jangka pendek dan memerlukan perencanaan panjang serta kebijakan tepat.
Kebijakan pemerintah saat ini perlu dievaluasi agar memberi manfaat jangka panjang bagi perekonomian dan kesejahteraan rakyat.
Ia mengingatkan masyarakat untuk mengawasi kebijakan pemerintah dan aktif dalam proses demokrasi.
Suara rakyat sangat menentukan arah pembangunan dan kebijakan negara.
Sumber informasi berasal dari unggahan X, 27 Agustus 2025, oleh Saidiman Ahmad. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok