Breaking Posts

10/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Perbedaan Data BPS dan Bank Dunia Ungkap Selisih Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia

 

Repelita Jakarta - Data terbaru mengenai kemiskinan di Indonesia kembali disorot setelah Badan Pusat Statistik dinilai tidak menggunakan standar acuan internasional terkini yang dirilis Bank Dunia sehingga memicu perbedaan angka cukup signifikan terkait jumlah penduduk miskin ekstrem.

Ekonom Bright Institute, Prof Awalil Rizky menjelaskan pada Senin 28 Juli 2025 bahwa Bank Dunia selalu memperbarui ukuran garis kemiskinan internasional secara berkala, sedangkan BPS justru masih memakai dasar lama yang tidak lagi relevan.

Ia menyoroti bagaimana BPS mengklaim penurunan persentase kemiskinan ekstrem menjadi 0,83 persen pada 2024 dengan mengacu pada batas pengeluaran di bawah 1,9 Dolar AS per orang per hari, padahal Bank Dunia sudah melakukan penyesuaian angka tersebut.

“Tampak bahwa BPS mengemukakan data tanpa merujuk pada pemutakhiran Bank Dunia. Pada saat mengemukakan penurunan persentase kemiskinan ekstrem 0,83 persen pada 2024, BPS menggunakan dasar pengeluaran di bawah 1,9 Dolar AS per hari per orang,” jelas Prof Awalil.

Menurutnya, perbedaan ini tidak hanya pada nilai dolar per orang per hari, tetapi juga pada dasar perhitungan paritas daya beli atau purchasing power parity (PPP) yang dipakai untuk mengukur kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar hidup.

BPS hingga kini masih mengacu pada PPP tahun 2011 dengan standar 2,15 Dolar AS, sedangkan Bank Dunia telah menggunakan pembaruan PPP 2017 dan bahkan memakai angka 3,00 Dolar AS untuk standar terbaru berdasarkan PPP 2021.

“Pada siaran pers 25 Juli 2025, BPS menyajikan data kemiskinan ekstrem berdasar ukuran tersebut. Sementara itu, Bank Dunia telah memakai standar 3,00 Dolar AS dalam PPP tahun 2021. Jika dipakai menggunakan cara Bank Dunia, maka jumlah penduduk miskin ekstrem tahun 2024 mencapai 15,42 juta orang atau 5,44 persen,” lanjut Awalil.

Selisih data yang muncul cukup besar, sebab dengan acuan Bank Dunia ada perbedaan sekitar 0,43 persen poin yang berarti lebih dari satu juta orang seharusnya masuk kategori miskin ekstrem namun tidak tercatat dalam rilis BPS.

“Secara persentase terdapat selisih 0,43 persen poin, dan itu menyangkut lebih dari 1 juta orang,” kata Prof Awalil Rizky.

BPS sendiri melalui Deputi Bidang Statistik Sosial, Ateng Hartono, mengumumkan data kemiskinan terbaru per Maret 2025 dengan klaim angka kemiskinan turun menjadi 23,85 juta orang atau berkurang sekitar 210 ribu orang dibandingkan periode September 2024 yang mencatatkan angka kemiskinan di angka 24,06 juta orang.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

ads bottom

Copyright © 2023 - Repelita.id | All Right Reserved