Repelita Jakarta - Wakil Menteri Hukum dan HAM RI, Edward Omar Sharif Hiariej atau yang dikenal dengan Eddy Hiariej, menyoroti secara gamblang keberpihakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di Indonesia yang menurutnya lebih menguntungkan aparat penegak hukum daripada melindungi kepentingan masyarakat luas.
Eddy mengungkapkan bahwa sejak lama KUHPidana disusun dengan sudut pandang aparat, terlihat dari banyaknya aturan yang tidak menyentuh sanksi jika pelanggaran dilakukan oleh penegak hukum itu sendiri.
Dalam pernyataannya yang disampaikan melalui podcast bersama Akbar Faizal, Minggu 27 Juli 2025, Eddy menilai kondisi tersebut menimbulkan ketidakseimbangan antara aparat dan warga negara yang semestinya dilindungi hukum secara adil.
Ia menjelaskan bahwa KUHPidana yang kini berlaku lebih condong pada pola pikir crime control model, yaitu pendekatan yang mengutamakan kecepatan penanganan perkara, menitikberatkan pada jumlah kasus yang ditangani, dan berpijak pada anggapan praduga bersalah kepada warga.
“Kalau melihat ciri-cirinya, crime control model ini jelas mengedepankan penanganan cepat, fokus pada kuantitas kasus, dan prinsipnya adalah praduga bersalah,” kata Eddy menjabarkan pola penegakan hukum yang selama ini berjalan.
Berbeda dengan due process model, Eddy memaparkan bahwa pendekatan ini seharusnya lebih berpihak pada perlindungan hak asasi manusia, menjunjung tinggi keadilan substansial, dan memegang erat prinsip praduga tak bersalah bagi setiap warga yang berhadapan dengan hukum.
Menurut Eddy, KUHPidana lama justru tidak menuliskan asas praduga tak bersalah secara jelas dalam batang tubuh pasal.
Padahal, asas inilah yang seharusnya menjadi jaminan utama bagi masyarakat agar tidak dikriminalisasi secara sewenang-wenang.
Eddy menekankan bahwa istilah praduga tak bersalah hanya ditemukan sekali dalam KUHPidana, itupun hanya tercantum di bagian penjelasan umum dan bukan di pasal yang mengikat secara langsung.
“Coba cek saja, dari total 284 pasal, adakah satu pun yang menulis secara eksplisit tentang asas praduga tak bersalah? Tidak ada. Istilah itu hanya muncul di penjelasan umum angka tiga poin C,” tegas Eddy menutup penjelasannya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok